Yuari_Official Website

Ayo kawan, berbagi untuk negeri… ^_^

Novel Ayat-Ayat Cinta; 250-Selesai

membangun umatAYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 252
25. Persidangan
“Nona Noura, saya persilakan Anda mengisahkan apa yang menimpa pada diri Anda?” Hakim gemuk dengan rambut hitam bercampur uban mempersilakan Noura yang sudah berdiri dipodium untuk berbicara. Sementara aku berada di tempat terdakwa yang berbentuk seperti kerangkeng. Ratusan mata memandang Noura dengan seksama. Aku melihat orang-orang yang kukenal turut serta menghadiri sidang pertamaku ini. Teman-teman satu rumah di Hadayek Helwan ; Rudi, Saiful, Hamdi dan Mishbah duduk dibagian agak belakang. Beberapa puluh mahasiswa Indonesia, Ketua dan pengurus PPMI, Pengurus Wihdah—termasuk Nurul sang ketua—juga datang. Sekitas aku memandang ke arah Nurul, mata kami bertemu. Ia tak bisa menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca. Pengacaraku duduk bersama Maqdi. Di belakangnya ada Aisha, paman Eqbal, Syaikh Ahmad dan isterinya. Bibi Sarah tidak datang. Keluarga Tuan Boutros juga tidak satu pun yang kelihatan. Di barisan dekat jaksa penuntut banyak sekali orang Mesir. Mungkin mereka keluarga Noura. Beberapa wartawan sibuk merekam dan membidikkan kamera. Aku pasrah pada apa yang akan ditulis mereka. Jika ada ketidakadilan dalam tulisan mereka aku akan menuntutnya kelak di akherat sana.
“Saya akan menceritakan dengan sejujurnya tragedi yang menimpa diri saya. Tragedi yang menginjak-injak kehormatan saya dan menghancurkan masa depan saya.” Kata Noura dengan terisak. Air matanya meleleh. Aku tidak tahu apa yang akan dia katakan. Apakah dia akan mengatakan dengan sejujurnya siapa yang mengamili dirinya ataukah justru akan menghabisi diriku dengan sandiwaranya seperti Zulaikha pura-pura menangis dan menjebloskan Yusuf ke dalam penjara.
“Pada hari Rabu, 7 Agustus yang lalu saya masih hidup bersama keluarga Bahadur. Hari itu sore hari setelah aku shalat ashar, Bahadur yang saat itu masih saya anggap sebagai ayah memaksaku untuk ikut Mona selepas maghrib ke sebuah Nigh Club mengapung di sungai Nil, tempat di mana Badahur dan Mona bekerja. Bahadur sebagai pukang tukul dan Mona sebagai penari dan wanita penghibur. Saya tidak mau. Bahadur mengancam akan membunuh saya jika 
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 253
sampai jam sembilan malam tidak sampai di sana bersama Mona. Saat itu juga ia menjambak rambut saya kuat-kuat dan menyambuk punggung saya dengan ikat pinggang. Saya tidak tahan, akhirnya saya pura-pura mau. Bahadur lalu berangkat kerja dengan sebuah ancaman saya akan mati jika tidak datang. Saya bertanya pada Mona apa kerja saya di sana. Dia bilang, ‘Seperti pertama aku kerja di sana. Menyerahkan keperawanan pada turis bule dengan imbalan sepuluh ribu pound!’ Jawaban Mona membuat saya merinding. Saya tidak mungkin melakukan perbuatan terkutuk itu. Saya bertekad lebih baik mati daripada menjual diri. Akhirnya begitu shalat maghrib saya mengurung diri di kamar. Pintu kamar dan jendela saya kunci. Mona berteriak-teriak dan menggedor-gedor tidak saya pedulikan. Mona pun berangkat sendirian. Saya terus di kamar sampai tengah malam. Jam setengah satu ayah pulang bersama Noura dengan kemarahan meluap. Pintu kamarku didobrak dan saya disiksanya habis-habisan lalu diusir dan diseret ke jalan. Ternyata saya tidak dibunuhnya hanya diusir saja. Tapi malam itu saya merasa sangat merana. Saya meratapi nasib saya sambil memeluk tiang lampu di jalan, depan apartemen. Saya meratap sendirian agak lama. Lalu, kira-kira pukul setengah dua datanglah Maria menghibur saya. Ia juga mengajak saya naik dan tidur di kamarnya, saya pun ikut. Di kamar Maria aku mencurahkan semua kesedihanku padanya. Yang tidak kuduga Maria menceritakan sebenarnya yang membuatnya turun menghiburku adalah Fahri, mahasiswa dari Indonesia yang malam itu kebetulan tidak tidur. Sebenarnya Maria takut sekali pada Bahadur. Keluarga Maria juga tidak mau berurusan dengan Bahadur. Maria meminta bagaimana kalau malam itu menginap sementara di rumah Fahri. Saya merasa kediaman Fahri adalah tempat yang aman untuk sementara. Akhirnya tepat pukul tiga Maria mengantarkan aku turun ke tempat Fahri. Fahri sendiri yang masih bangun. Ia membukakan pintu dan mempersilakan aku masuk ke kamarnya. Maria kembali ke rumahnya. Mulanya Fahri banyak menghibur. Dia lalu merayuku dan membujukku dengan kata-kata Manis. Entah dari mana ia tahu kalau aku mau dijual pada turis bule. Fahri menawari saya untuk kawin dengannya dan akan diajak hidup bahagia di Indonesia. Ia berjanji akan membuat hidupku bahagia. Akan mencurahkan segala kasih sayang dan cintanya padaku. Fahri juga mengungkapkan sebenarnya dia telah lama jatuh cinta pada saya. Fahri

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 254
mampu memanfaatkan keadaan saya yang sedih, yang selama itu belum pernah merasakan kasih sayang dan cinta. Malam itu saya menangis dalam pelukan Fahri. Saya merasakan Fahri adalah dewa penyelamat. Entah bagaimana prosesnya malam itu saya telah menyerahkan kehormatan saya padanya. Saya terhipnotis oleh manisnya janji yang ia berikan. Ketika masjid melantunkan azan pertama saya tersadar. Saya menangis sejadi-jadinya atas apa yang menimpa diri saya. Saya melihat Fahri sedang tertidur. Saya pun keluar dan kembali ke tempat Maria. Saya menangis Maria bertanya pada saya ada apa. Saya tidak menjawabnya. Saya malu untuk menceritakannya. Pukul tujuh pagi Fahri datang ke tempat Maria. Keluarga Maria minta agar saya meninggalkan rumah mereka sebelum Bahadur bangun. Akhirnya Fahri menyuruh saya untuk menginap di tempat mahasiswi Indonesia bernama Nurul. Sebelum berangkat Fahri memberi uang sebanyak dua puluh pound untuk ongkos jalan. Beberapa hari di rumah Nurul saya dijemput Syaikh Ahmad dan isterinya dan diamankan di Tafahna, Zaqaziq. Syaikh Ahmad membantu saya menemukan saya dengan orang tua saya asli yang ternyata bernama Adel dan Yasmin. Beliau berdua dosen di Ain Syams University. Sejak itu saya tinggal bersama mereka. Suatu hari setelah satu minggu tinggal bersama mereka saya muntah-muntah. Mama Yasmin membawa saya ke dokter dan saya ketahuan hamil satu bulan setengah. Mama mendesak untuk mengatakan siapa yang menghamili saya. Saya tidak mau mengatakannya. Ayah mengancam akan mengusir saya jika tidak mengatakan siapa yang menghamili saya. Terpaksa saya jelaskan siapa sebenarnya yang menghamili saya. Tak lain dan tak bukan adalah Fahri Abdullah. Dia manusia berhati serigala pura-pura menolong ternyata menerkam. Saya telah beberapa kali minta pertanggung jawabannya dan menyelesaikan masalah ini dengan baik-baik. Saya menuntut janjinya mau mengawini saya ternyata ia berkelit. Ia bahkan menuduh saya pelacur. Uang dua puluh pound yang dia berikan itu ternyata dianggap sebagai harga diri saya. Betapa remuk dan hancur hati saya. Dia malah menikah dengan seorang gadis Turki. Dia benar-benar manusia yang sangat busuk hatinya. Saya minta kepada pengadilan untuk memberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatan terkutuknya!”

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 255
Noura lalu menangis terisak-isak di podium. Orang-orang Mesir yang tidak tahu masalah sesungguhnya terbakar emosinya. Mereka berteriak-teriak minta kepada hakim menggantung diriku. Aku sendiri sangat terpukul mendengar semua yang dikatakan Noura. Aku tidak percaya bahwa yang dipodium itu adalah Noura. Gadis innocent yang sangat pendiam yang dulu sangat aku kasihani. Kini Noura seperti puteri jahat yang siap mencincangku dengan belati beracun yang ia sembunyikan di balik bajunya.
Aku melihat ke arah orang-orang yang simpati padaku. Wajah Syaikh Ahmad tampak marah. Aisha jatuh pingsan. Tiba-tiba Nurul berteriak lantang dan memaki-maki Noura yang tidak tahu balas budi dan mengarang cerita bohong. Hakim mengetuk palunya berkali-kali meminta semuanya untuk tenang. Dia lalu meminta tanggapanku. Dengan emosi yang kutahan aku menolak tuduhan Noura. Aku jelaskan bahwa Noura sama sekali tidak pernah masuk kamarku. Aku bahkan belum pernah menyentuh kulit Noura. Malam itu Noura bersama Maria sampai pagi. Tiba-tiba Noura berteriak menganggap diriku yang bohong. Hakim menenangkan Noura. Pihak jaksa mengajukan saksi. Seorang lelaki ceking bernama Gamal. Hakim mempersilakan saksi itu bicara setelah disumpah. Seorang lelaki mengaku melihat aku membukakan pintu dan mengajak Noura masuk rumah jam tiga dini hari, Kamis 8 Agustus 2003.
Amru pengacaraku mengintrogasi saksi itu. Sang saksi bersikukuh melihat dengan jelas Noura masuk rumahku. Amru bertanya posisinya di mana dan sedang apa dia sampai begitu jelas melihat Noura masuk rumahku. Dia menjawab dia seorang pemburu burung hantu. Hobinya berburu pada waktu malam. Kebetulan ia melintas di apartemen dan di situ melihat ada burung hantu. Ia hendak menembaknya dari jarak dekat dengan cara naik ke sutuh melalui tangga. Ketika ia naik itulah dari jarak tiga meter ia melihat Noura masuk flat di lantai tiga.
Aku heran dengan lelaki ceking bernama Gamal. Bagaimana mungkin dia berani membuat kesaksian palsu seperti itu. Belum pernah aku mendengar ada seorang yang hobinya sedemikian aneh. Untuk apa burung hantu diburu? Tubuhku tiba-tiba terasa dingin dan gemetaran. Aku yakin keluarga Noura telah menggunakan segala cara untuk menggantung diriku. Yang aku tidak bisa

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 256
mengerti adalah perubahan diri Noura. Beberapa waktu yang lalu ia menulis surat sangat mencintaiku. Kini tiba-tiba ia ingin membunuhku. Apa dosa dan salahku padanya? Apakah karena aku tidak menanggapi perasaannya dia lalu dendam yang ingin membunuhku? Kenapa dia begitu keji memfitnahku. Kapan sebenarnya dirinya kehilangan kegadisannya sehingga hamil? Dan siapa sebenarnya yang menghamili dirinya? Semua pertanyaan itu bagaikan palu yang menghantam-hantam batok kepalaku. Aku nyaris tak sanggup menegakkan kepalaku. Hakim memutuskan melanjutkan sidang minggu depan. Aku turun dari kerangkeng terdakwa dengan dikawal dua polisi. Orang-orang Mesir mencacimaki diriku dengan kata-kata kotor. Seorang ibu setengah baya bahkan melempar botol air mineral dan mengenai mukaku. Polisi yang mengawalku tidak begitu peduli. Aku dibawa kembali ke penjara. Di dalam penjara aku teringat Aisha yang tadi jatuh pingsan. Aku takut kondisi psikisnya berpengaruh pada janin yang dikandungnya.
* * *
Sampai di dalam penjara, Profesor Abdul Rauf menanyakan jalannya sidang. Aku ceritakan semuanya dari awal masuk ruang sidang sampai dilempar botol mineral oleh seorang wanita setengah baya saat berjalan meninggalkan ruang sidang. “Profesor, perlakuan wanita setengah baya itu aku maklumi dia tidak tahu masalah sebenarnya. Yang aku heran dan belum bisa kumengerti adalah Noura. Gadis itu pernah menulis surat ucapan terima kasih dan perasaan cinta padaku dengan sedemikian tulusnya. Tapi dipengadilan itu ia menjadi orang yang sama sekali tak kukenal. Ia tampak sangat membenci aku dan ingin sekali membinasakan diriku. Aku juga heran dengan lelaki ceking bernama Gamal. Bagaimana mungkin dia bisa setega itu memberikan kesaksian palsu untuk membinasakan orang? Apakah dia sudah tidak punya nurani?” Kataku.
“Noura itu sebenarnya sangat mencintaimu. Karena dia tidak mendapatkan apa yang dia inginkan darimu dia berubah membencimu. Cinta yang berubah jadi kebencian tiada tara itu seringkali terjadi dalam sejarah kehidupan manusia,” jawab Profesor Abdul Rauf.
“Dan orang seperti Gamal jangan kau herankan keberadaannya di zaman yang telah kehilangan nurani kemanusiaannya seperti sekarang. Uang menjelma

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 257
menjadi tuhan. Uang adalah segalanya. Demi uang begundal seperti Gamal siap mengerjakan apapun saja,” sahut Haj Rashed.
“Berbicara tentang kemanusiaan, aku jadi teringat sebuah film sukses yang dibuat oleh Spielberg yaitu ET. Lewat film itu Spielberg ingin menunjukkan bahwa mungkin tempat terbaik untuk untuk menemukan nilai-nilai kemanusiaan adalah diangkasa, tidak di bumi.” Suara Ismail terdengar parau. Tadi malam ia menjadi bulan-bulanan para algojo penjara.
“Kau suka menonton film Amerika juga rupanya?” Haj Rashed agak kurang senang.
“Sebenarnya tidak juga. Aku menonton film itu karena penasaran pada analisa Profesor Akbar S. Ahmad dalam karyanya Postmodernism and Islam. Dan memang seperti itu ironi yang dibangun Spielberg dalam film ET. Nilai-nilai kemanusiaan di bumi semakin punah,”jJawab Ismail.
“Tapi, insya Allah, selama masih ada yang teguh kukuh mengamalkan Al-Qur’an dan As Sunnah, nilai-nilai kemanusiaan tidak akan hilang dari muka bumi ini!” tukas Professor Abdul Rauf Manshour mantap.
“Insya Allah,” sahut kami semua hampir kompak.
Tiba-tiba pintu digedor. “Tahanan nomor 543!” Kali ini sipir bersuara cempreng yang memanggil. Meskipun suaranya cempreng tapi kalau menyiksa para tahanan tak kenal belas kasihan. Menurut cerita Hamada ia pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana Si Cempreng itu memasukkan mata ganco ke dalam lubang hidung seorang tahanan yang tangan dan kakinya diikat lalu menarik ganco itu kuat-kuat. Tak ayal hidung tahanan miskin itu sobek tak karuan bentuknya. Tahanan miskin itu sudah lama tiada kabarnya. Mungkin telah mati.
“Hai, keledai 543 apa kau dungu!? Apa aku perlu menyeretmu dengan ganco?” Si Cempreng kembali mendesis seperti ular.
“Ya saya!” jawab Marwan santai sambil melangkah ke pintu. Setelah pintu terbuka. Kami mendengar suara: buk! buk!
“Doakanlah Marwan, semoga dia tidak cedera berat!” Suara Profesor Abdul Rauf membuat hati kami gerimis. Setiap hari selalu ada yang jadi mainan

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 258
para algojo penjara. Aku bersyukur bahwa setelah kedatangan Magdi, KBRI, dan PPMI siksaan yang kuterima sebagai sarapan pagi semakin ringan.
* * *
Satu hari menjelang persidangan kedua Syaikh Utsman datang menjenguk bersama Paman Eqbal. Syaikh Utsman banyak memberi siraman jiwa. “Kau harus ikhlas menerima cobaan ini. Kau tidak boleh sedikitpun merasa ragu akan kasih sayang Allah kepadamu. Kau tentu tahu, Allah sangat mencintai Nabi Yahya. Dan Nabi Yahya itu kepalanya dipenggal untuk dihadiahkan kepada seorang pelacur. Husein cucu baginda Nabi juga dipenggal kepalanya. Ditancapkan diujung tombak dan diarak di kota Kufah. Mereka tetaplah manusia-manusia mulia meskipun kelihatannya dinistakan dan dihina. Orang yang divonis salah oleh pengadilan dunia belum tentu salah di pengadilan akhirat dan sebaliknya. Dekatkanlah dirimu kepada Allah!” Kunjungan Syaikh Utsman sangat berarti bagiku. Nasihat beliau bagaikan embun menetes di pagi hari musim semi. Aku semakin mempersiapkan diri untuk menerima apapun yang terjadi.
Setelah Syaikh Utsman, tanpa kuduga Madame Nahed, dan Yousef menjenguk. Mereka berdua meneteskan air mata melihat keadaanku.
“Madame, maafkan aku yang tidak sempat menjenguk Maria.”
“Tak masalah. Sungguh sangat tragis nasibmu, Anakku. Kau menolong dia tapi dia malah membalasnya dengan fitnah yang keji sekali. Aku sudah membaca semuanya di koran. Seluruh koran yang memuat berita persidangan itu tak ada yang membelamu. Andaikan Maria sehat dia pasti akan menulis membelamu. Sayang dia…ah!” Madame Nahed terisak. Aku takut sesuatu telah terjadi pada Maria.
“Kenapa Maria, Madame?” tanyaku cemas.
“Sakitnya sangat parah. Empat hari ini dia koma. Hanya kadang-kadang dia seperti sadar, mulutnya berkomat-kamit mengatakan sesuatu. Dan apakah kau tahu apa yang dia katakan, Anakku?” Suara Madame Nadia terbata-bata.
“Apa Madame?”
“Dia menyebut-nyebut namamu. Hanya namamu, Anakku. Dia ternyata sangat mencintaimu!”

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 259
Kalimat yang diucapkan Madame Nahed bagaikan guntur yang menyambar kepalaku.”Tak mungkin itu terjadi, Madame!” bantahku.
Yousef langsung menyahut:
“Benar Fahri, Maria sangat mencintaimu. Aku telah membaca diary khususnya. Dia menulis semua perasaan cintanya padamu di sana. Dalam diarynya itu aku juga menemukan kwitansi pembayaran semua biaya pengobatanmu. Maria diam-diam mengambil tabungannya dan membayar pengobatanmu tanpa ada satupun dari kami yang tahu. Dia sangat mencintaimu. Sayang diarynya tidak aku bawa. Nanti akan aku bawa kemari agar kau bisa membacanya sendiri.”
Keterangan Yousef membuat hatiku mau runtuh. Air mataku tanpa terasa meleleh. Baru aku tahu bahwa malaikat itu adalah Maria.
“Kenapa dia tidak mengungkapkan isi hatinya padaku?” lirihku.
“Dia malu. Dia menunggu saat yang tepat untuk membangun keberaniannya tapi terlambat. Ketika tahu kau telah menikah dengan Aisha yang baru beberapa bulan kenal denganmu dia sangat terpukul. Dia sangat menyesal. Padahal dirinya telah mengenalmu jauh lebih lama dan lebih dalam dari Aisha. Itu ia tulis setelah pulang dari Hurgada dan tahu kabar pernikahanmu. Aku baru tahu kenapa dia selalu murung dan tidak bersemangat hidup. Maria menulis dibaris terakhir, when some one is in love he cannot think of anything else. Bila seseorang dimabuk asmara, dia tak bisa memikirkan hal yang lain. Dia tidak bisa lepas untuk memikirkan dirimu, memikirkan cintanya, sampai akhirnya jatuh sakit.” Yousef meneteskan air mata.
“Anakku, aku takut dia akan mati..hiks.. hiks!” Madame Nahed terisak-isak.
Aku jadi melupakan nasibku sendiri. Mataku basah melihat kesedihan Madame Nahed. Dan Maria, oh, kenapa semua ini bisa terjadi!?
“Oh, andaikan aku bisa membantu. Aku merasa menjadi manusia paling tiada berguna karena tidak bisa berbuat apa-apa. Aku sendiri sekarang dibayang-bayangi vonis hukuman gantung. Oh apa yang bisa aku lakukan?” Ucapku sedih.
Yousef mengeluarkan tape kecil dari jaketnya dan berkata, “Kata dokter, Maria harus dirangsang dengan suara atau sentuhan dari orang-orang yang

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 260
dicintainya. Dia sepertinya telah kehilangan gairah untuk hidup. Suara orang yang dicintainya harus mendorongnya untuk hidup, harus memberikan harapan-harapan yang indah baginya. Fahri tolonglah, bicaralah pada Maria apa saja. Ini salah satu usaha menolong dia. Nanti akan kami perdengarkan suaramu di telinganya.”
“Iya anakku tolonglah! Maria sangat mencintaimu dan merindukan suaramu,” desak Madame Nahed.
Demi sebuah nyawa aku memenuhi permintaan Yousef dan Madame Nahed. Dengan suara kupaksakan kebiasa-biasanya, aku berbicara apa saja pada Maria. Terkadang aku berusaha tertawa. Atau mengingatkan sesuatu yang kira-kira berkesan baginya. Hanya satu yang tidak kuucapkan di sana yaitu kalimat aku mencintaimu. Tak mungkin, karena kalimat itu hanya berhak untuk Aisha seorang. Aku berharap suaraku berguna untuk membantu menyembuhkan Maria. Bahwa di dalam penjara sekali pun aku bisa melakukan sesuatu untuk orang lain. Namun begitu mengingat kata-kata Madame Nahed dan Yousef bahwa Maria sakit karena mencintaiku aku jadi sedih sekali. Aku jadi tidak mengerti apa itu cinta sebenarnya? Yang kutahu cinta adalah apa yang terjadi antara diriku dengan Aisha. Itu saja. Tapi apa yang dirasakan Nurul. Yang dirasakan Noura dan yang dirasakan Maria aku tidak tahu. Apakah itu cinta? Ah cinta. Semacam duka. Mengiris jiwa.
* * *
Persidangan kedua sangat menegangkan. Tuan Boutros hadir memberikan kesaksiannya. Beliau membantah keterangan Noura yang mengatakan malam itu masuk di kamarku. “Jam lima pagi ketika saya bangun, saya menemukan Noura bersama Maria di kamarnya. Dan Maria bercerita Noura sejak tengah malam ada dikamarnya.”
Penuntut bertanya pada Tuan Boutros, “Apakah antara jam 2 sampai jam 5 anda tidak tidur, jadi anda tahu persis Noura selalu bersama Maria, misalnya mendengar suara mereka dalam rentang waktu itu?”
Tuan Boutros dengan jujur menjawab, “Tidak saya sedang tidur. Bahkan jeritan Noura dipukul Bahadur juga tidak saya dengar. Saya terlelap dan bangun setengah lima.”

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 261
Noura diminta bicara. “Maria berkata tidak benar kalau aku bersamanya terus. Yang benar pukul tiga Maria mengantarku ke tempat Fahri yang hanya berada di bawahnya. Di kamar Fahri pemerkosaan atas diriku terjadi. Dan ketika azan pertama berkumandang, aku kembali ke tempat Maria. Saat itu seluruh isi rumah Maria masih tidur, termasuk Tuan Boutros, kecuali Maria.” Kata Noura.
Teman-teman satu rumah yang pada malam kejadian itu ada di rumah ikut memberikan kesaksian. Mereka semua menolak tuduhan Noura. Tapi mereka juga jujur menjawab ketika ditanya sedang apa antara jam tiga sampai azan pertama? Jawabnya tidur. Hamdi masih berusaha membela, “Saya ini termasuk manusia yang sangat sensitif. Seringkali dalam keadaan tidur jika pintu dibuka saya terbangun. Jika Noura masuk rumah pasti saya terbangun. Saya tidak terbangun malam itu?”
Penuntut malah tersenyum dan berkata, “Menurut cerita Fahri kalian malam itu berpesta hingga kenyang, benarkah?”
“Benar!” jawab Hamdi.
“Itulah salah satu penyebab kenapa kau tidak terbangun ketika Noura masuk. Karena kau terlalu kenyang. Dan itu sudah sangat wajar terjadi!”
Nurul memberikan kesaksian dengan suara terbata-bata menahan emosi. Ia menceritakan cerita yang dikisahkan sendiri oleh Noura kepadanya ketika Noura menginap beberapa hari di rumahnya. Cerita yang sangat berbeda dengan yang dikatakan Noura di sidang pengadilan. “Saya yakin Noura saat ini sedang berbohong. Apa yang dia katakan di pengadilan ini dusta. Dia bercerita malam itu di kamar Maria dan baru bertemu Fahri pukul tujuh pagi. Dan uang dua puluh pound itu diberikan kepadanya bukan sebagai harga atas kegadisannya. Itu fitnah. Fahri tidak mungkin melakukan kejahatan seperti itu. Dia menyentuh tangan perempuan saja tidak mau.”
Noura menolak kesaksian Nurul dan berkata dengan tenang, “Memang seperti itu yang aku kisahkan pada Nurul. Saat itu aku tidak mungkin dengan jujur menceritakan apa yang terjadi pada diriku di kamar Fahri. Aku tidak mungkin menceritakan aib. Aib diriku dan aib orang yang akan jadi suamiku, karena dia memang berjanji akan menikahiku. Sebenarnya yang terjadi adalah seperti apa yang aku ceritakan. Saat itu aku juga mengira uang dua puluh pound itu ikhlas

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 262
diberikan oleh Fahri sebagai ongkos pergi ke Masakin Utsman. Aku tidak mengira sama sekali saat itu kalau itu adalah sebagai harga akan kegadisanku yang direnggut Fahri. Aku tahu kebusukkannya setelah dia terang-terangan tidak mau menikahiku dan malah mengatakan diriku pelacur sebab telah ia bayar dengan dua puluh pound saja mau.”
Di akhir sidang terjadi sesuatu yang sangat mengejutkan. Bahadur memberikan kesaksian bahwa dia katanya pernah melihatku beberapa kali menyiuli Noura dari jendela kamarku. “Saat itu aku sebenarnya sangat marah pada penjahat itu. Tapi aku masih menghormatinya sebagai tamu di negeri ini dan aku mengira itu hanyalah iseng anak muda. Apalagi dia kulihat juga rajin ke masjid. Aku tidak menyangka kalau dia sebenarnya serigala. Dan aku yakin dialah yang menodai Noura. Dia harus dihukum yang seberat-beratnya!”
Hakim lalu bertanya pada pengacaraku apakah masih ada saksi atau bukti untuk membela diriku. Pengacaraku bilang masih. Yaitu kesaksian Syaikh Ahmad dan isterinya, surat yang ditulis Noura untukku, dan Maria. Hakim memutuskan sidang akan dilanjutkan satu minggu setelah hari raya Idul Fitri. Itu berarti aku akan menjalani hari raya terberat selama hidup.
Amru, Magdi dan paman Eqbal mengikutiku sampai ke penjara. Di ruang tamu penjara mereka mangajakku berbicara. Eqbal terus memintaku untuk tabah dan besar hati. Magdi dan Amru menganalisa jalannya sidang yang telah terjadi.
“Saksi yang kita ajukan adalah orang-orang yang sangat jujur. Mulai dari Tuan Boutros sampai teman-temanmu. Aku salut atas kejujuran itu, meskipun dalam kasus ini kejujuran teman-temanmu tidak membantu. Kalau mereka ada yang berani bohong sedikit saja, misalnya pukul tiga terbangun untuk shalat malam dan mendapati keadaan rumah dalam keadaan sepi seperti biasa tidak ada Noura di kamarmu. Karena kamarmu berdekataan dengan kamar mandi tempat wudhu, dakwaan Noura akan runtuh,” ucap Amru sambil memandang lurus kepadaku.
“Tapi insya Allah kejujuran itu tetap akan membantu. Setidaknya membantu kekuatan moral kita. Kebersihan nurani kita. Dan semoga dengan kejujuran itu Allah memberikan jalan keluar yang lebih baik,” sahut Eqbal.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 263
“Dalam sejarah kejahatan selalu dilancarkan dengan segala cara. Dan kebenaran selalu dipertahankan dengan cara-cara yang jantan dan bersih,” imbuh Magdi.
“Bisa jadi sidang setelah hari raya adalah sidang penentuan. Dan dalam sidang itu kita harus membalik keadaan dan meruntuhkan semua tuduhan dan rekayasa mereka. Senjata kita yang tersisa adalah surat cinta Noura yang disana dia mengungkapkan semua pengakuannya secara jujur dan pengakuan Maria. Yang paling penting sebenarnya adalah kesaksian Maria. Sebab dialah yang paling tahu. Dialah—yang dalam penuturan Noura—mengantarkan dirinya ke tempatmu. Dan dia juga yang membukakan pintu ketika Noura kembali lagi naik. Adapun kesaksian Syaikh Ahmad dan isterinya kekuatannya tak akan berbeda dengan kesaksian Nurul yang memang malam itu tidak tahu apa-apa. Marialah sebenarnya saksi kunci, tapi sayang dia sekarang sedang koma.” jelas Amru.
“Bagaimana dengan surat Noura itu?” tanya Eqbal.
“Cukup kuat, jika benar-benar bisa dibuktikan itu tulisan tangannya. Tapi surat itu sekarang ada di mana masih jadi masalah. Oleh Fahri surat itu diberikan kepada Syaikh Ahmad. Syaikh Ahmad memberikan kepada isterinya. Isterinya memberikan kepada Noura waktu masih di Tafahna. Sekarang sedang dicari di Tafahna, siapa tahu ditinggal oleh Noura di sana. Jika surat itu ternyata dibawa Noura ya kita tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu mukjizat Maria bisa membaik dan pada sidang setelah hari raya nanti bisa memberikan kesaksian,” jelas Amru.
Mendengar semua pembicaraan itu aku merasa nasibku benar-benar berada di ujung tanduk. Jika nyawaku akhirnya harus melayang dengan sedemikian tragisnya, aku pasrah saja kepada Yang Mahakuasa. Aku teringat nasihat Syaikh Utsman agar selalu menjaga keikhlasan menerima takdir Ilahi setelah berusaha sekuat tenaga. Yang divonis salah dalam pengadilan dunia tidak selamanya salah di pengadilan akhirat. Kepala Nabi Yahya dipenggal dan dihadiahkan kepada seorang pelacur. Dalam hati aku berdoa, jika aku harus mati di tiang gantungan, maka “Allaahumma amitni alasy syahaadati fi sabilik.Amin.” 111
111 Ya Allah matikanlah diriku dalam keadaan mati syahid di jalanMu. Amin.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 264
“Apa tidak ada jalan lain untuk membuktikan bahwa yang menghamili Noura bukan Fahri? Bagaimana dengan test DNA? Bukankah Noura menemukan orang tua kandungnya karena test DNA?” ucap Eqbal dengan mata berbinar.
Amru dan Magdi mengangguk-anggukka n kepala. Aku merasa di dalam dadaku ada cahaya. “Benar test DNA!” lirihku.
“Ini ide yang sangat menggembirakan. Aku nanti akan mencoba bertanya pada dokter apakah janin yang dikandung Noura bisa diperiksa DNA-nya. Agar ketahuan siapa sebenarnya ayahnya? Jika bukan Fahri yang menghamili tentu DNA janin itu akan berbeda dengan DNA Fahri. Sebentar aku mau mengontak Dokter Fatema Zaki, apakah janin bisa diperiksa DNA-nya.” Kata Amru sambil memenjet handphone-nya dan meletakkan di telinganya. Amru lalu terlibat pembicaraan dengan orang yang ditujunya. Tiba-tiba mukanya agak pucat, ia berkata setengah berteriak, “Apa? Tidak bisa! Menunggu sampai lahir?! Oh, begitu. Ya, terima kasih atas informasinya.”
“Bagaimana Amru?” tanya Eqbal.
“Menurut keterangan Dokter Fatema Zaki, janin yang masih berada di dalam kandungan tidak bisa diperiksa DNA-nya. Karena harus pakai sampel jaringan/sel tubuh. Janin tidak bisa diambil jaringan tubuhnya. Yang bisa diambil cuma sampel air ketuban, tidak bisa untuk pemeriksaan DNA. Jadi harus menunggu janin itu dilahirkan baru bisa diperiksa DNA-nya,” jelas Amru yang membuat diriku lemas kembali. Menunggu Noura sampai melahirkan janinnya, bukan waktu yang singkat di dalam penjara buruk seperti ini. Tapi aku tetap merasa lebih berbesar hati bahwa jalan untuk membebaskan diri dari tuduhan dan fitnah itu masih ada.
“Aku akan membuat surat permohonan kepada pengadilan agar sidang selanjutnya diundur sampai Noura melahirkan bayinya untuk pemeriksaan DNA.” Ujar Amru dengan wajah optimis.
“Jika pengadilan tidak mengabulkan?” sahut Magdi.
“Kita lihat nanti. Oh ya Magdi, tolong bagaimana caranya keamanan Maria terjamin. Sebab walau bagaimana pun sebelum test DNA, Maria adalah saksi kunci. Kau tentu tahu maksudku?” kata Amru.
“Insya Allah,” jawab Magdi pelan.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 265
Mereka bertiga lalu pamintan. Amru berjanji akan menengok ke penjara lagi jika ada perkembangan.
* * *
Sampai di dalam sel, sebelum Profesor Abdul Rauf dan teman-teman menanyakan yang terjadi di dalam sidang kedua, aku langsung mengisahkan semuanya. Termasuk pembicaraan berempat dengan Amru, Magdi dan Eqbal di ruang tamu penjara.
“Bolehkan aku membuat suatu analisa? Siapa tahu ada gunanya,” ujar Profesor Abdul Rauf begitu aku selesai bercerita.
“Tentu, Profesor,” jawabku senang.
“Pemohonanmu untuk mengundurkan sidang setelah Noura melahirkan bayinya agar bisa diperiksa DNAnya tidak akan dikabulkan pengadilan. Pengadilan akan tetap berjalan sesuai yang diinginkan hakim. Dan hakim berjalan sesuai yang diinginkan oleh keluarga Noura. Mereka sudah tahu saksi kunci sudah tidak berdaya. Seandainya pun Maria bisa memberikan kesaksian mereka sudah mempersiapkan jurus yang akan mengejutkan. Selama ini yang terjadi, tertuduh yang berada dalam posisi seperti dirimu jarang bisa menang. Apalagi kau orang asing. Mereka juga tahu akan adanya test DNA, maka mereka akan menggunakan cara agar di pengadilan ini kau kalah. Tindakan yang akan kau ambil adalah naik banding, menunggu bayi Noura bisa ditest DNAnya. Begitu kau kalah, maka setelah itu rekayasa yang akan mereka mainkan susah diprediksi. Bisa jadi diam-diam mereka akan menggugurkan kandungan Noura dengan alasan keguguran dan membuangnya entah di mana yang penting tidak bisa ditest DNAnya. Dan kau tidak akan bisa menuntut apa-apa. Atau tidak begitu, tetap membiarkan bayi itu lahir tapi permohonan bandingmu tidak dikabulkan dengan alasan yang seringkali tidak masuk. Atau dikabulkan tapi setelah menunggu sekian tahun, setelah dirimu mengalami penderitaan luar biasa dan sekarat di dalam penjara. Sebab begitu kau diputuskan pengadilan bersalah kau akan diperlakukan sebagai orang bersalah meskipun sedang mengajukan banding. Itu analisaku. Aku tidak ingin menakutimu tapi agar pengacaramu dan pihak kedutaanmu berusaha lebih maksimal untuk membebaskan dirimu dalam pengadilan terakhir nanti.”

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 266
Aku merasa apa yang disampaikan profesor benar. Dalam pengadilan Mesir seringkali terjadi hal-hal yang tidak masuk akal. Adanya saksi seorang lelaki yang hobinya berburu burung hantu adalah suatu yang ganjil. Dan sejak kapan di suthuh apartemen di Hadayek Helwan itu ada burung hantu?
“Menurut Profesor apa yang harus kami lakukan?” tanyaku dengan hati cemas.
“Minta pertolongan Tuhan. Dan terus berusaha untuk menang!” ucap Profesor mantap.
“Aku punya sesuatu yang ingin aku katakan, Akhi.” sahut Ismail.
“Boleh.” kataku pelan.
“Mendengar semua kisahmu sejak kau ditangkap sampai sekarang, aku melihat ada satu kekuatan yang mengaturnya. Mintalah kepada Magdi untuk menyelidiki kekuatan backing dibelakang keluarga Noura. Kau masih beruntung karena kasusmu bukan kasus yang oleh pihak keamanan dianggap mengancam kekuasaan seperti Profesor Abdul Rauf. Asal bisa menjinakkan kekuatan di belakang Noura maka jalan pembebasanmu menjadi lebih mudah. Firasatku mengatakan, yang menghamili Noura adalah seseorang yang sangat memalukan untuk disebut, jadi mereka mencari kambing hitam. Dan kambing hitamnya adalah dirimu.Yang aku kuatirkan jika backing Noura adalah orang penting di Keamanan Negara yang memang sangat berkuasa di negara ini.”
“Namun kau jangan kecil hati Fahri, di atas segalanya Allahlah yang menentukan. Daya dan kekuatan manusia tiada berarti apa-apa di hadapan kemahakuasaan Allah. Jika Dia berkehendak apa pun bisa terjadi.” Haj Rashed menghibur. Aku diam saja. Semuanya lalu diam. Ruangan sel bawah tanah yang pengap dan dingin itu dicekam suasana senyap sesaat. Keheningan menebarkan aroma ketakutan yang menguji keimanan. Kini dalam ruangan sempit itu tinggal kami berempat. Marwan sejak diambil sipir bersuara cempreng itu tak ketahuan nasibnya. Apakah dipindahkan ke penjara lain? Ataukah dibebaskan? Atau malah telah menemui kematian. Hamada juga tidak lagi terdengar beritanya sejak dua hari lalu. Yang paling cemas atas nasib Hamada adalah Ismail. Katanya ia bermimpi melihat Hamada berpakaian putih di sebuah tanah yang sangat lapang. Ia kuatir itu adalah pertanda keburukan. Tapi Profesor malah menafsirkan mimpi

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 267
itu dengan hal yang menyenangkan, tanah lapang adalah kebebasan. Hamada berarti sudah dibebaskan.
* * *
Hari berikutnya, kira-kira pukul sepuluh pagi, aku dibawa sipir hitam ke kantor. Di sana kepala penjara menyerahkan sepucuk surat. “Ini surat dari Universitas Al Azhar. Selamat!” Kata kepala penjara dengan nada yang sangat sinis. Aku menerima surat itu dengan tangan bergetar. Aku teringat peristiwa tahun 1995 seperti yang diceritakan staf konsuler KBRI. Kubuka amplop surat cokelat buram itu dan kukeluarkan isinya. Lalu kubaca huruf demi huruf. Selesai membaca surat itu aku tak mampu menahan isak tangisku. Usahaku sekian tahun belajar mati-matian seakan sia-sia belaka. “Karena tidak asusila yang Anda lakukan, maka Anda dikeluarkan dari Universitas Al Azhar dan gelar licence yang telah Anda dapat dicabut sejak surat ini dibuat!” Demikian salah satu baris surat dari Universitas Al Azhar itu. Melihat aku sedih dan meneteskan air mata, kepala penjara malah tertawa mengejek. Ia tentu sudah tahu isi surat itu. Aku kembali ke penjara dengan memendam kesedihan tiada tara. Al Azhar yang kucintai itu tidak lagi menganggapku sebagai bagian dari anak muridnya. Alangkah malang nasibku.
Di dalam sel aku menangis sejadi-jadinya. Aku belum pernah menangis sesedu itu. Profesor Abdul Rauf menghiburku seperti seorang ayah menghibur anaknya. Ia bertanya ada apa? Aku tak kuasa menceritakannya. Aku terus menangis dengan sesak dada yang tiada terkira. Aku teringat semua pengorbanan orang tua. Sawah warisan kakek, harta satu-satunya, dijual demi agar aku bisa kuliah di Al Azhar Mesir. Dan kini semuanya seperti sia-sia. Aku merasa menjadi manusia yang paling tiada gunanya di dunia. Hampir satu jam aku menangis. Profesor Abdul Rauf masih terus menghibur dan membesarkan hatiku. Akhirnya aku ceritakan berita duka itu padanya, dengan isak tangis yang tersisa.
“Kau percayalah padaku, Al Azhar sebenarnya tidak semudah itu mengeluarkanmu. Di sana masih banyak ulama dan guru besar yang arif bijaksana. Tapi Al Azhar tidak bisa berbuat apa-apa jika mendapat tekanan dari penguasa. Apalagi jika datang dari Amn Daulah112. Aku sangat yakin Al Azhar
112 Keamanan Negara.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 268
mengeluarkanmu karena mendapat tekanan. Itu sama seperti Universitas El-Menya waktu mengeluarkan diriku dan mencopot gelar guru besarku. Jadi sebenarnya sekarang ini saya bukan seorang profesor lagi, karena gelar guru besarku telah dicabut. Rektor Universitas El-Menya adalah temanku waktu mengambil doktor di Universits Lyon, Perancis. Dia tidak mungkin berbuat buruk padaku, tapi dia mendapat tekanan dari penguasa agar memecatku dari dosen dan menandatangani surat pencabutan guru besarku. Untungnya aku mendapat gelar doktor dari Perancis, kalau aku mendapatkan gelar doktor dari salah satu universitas di sini maka seluruh gelar akademisku juga akan dipreteli. Ah sebenarnya gelar itu tidaklah segalanya yang paling penting adalah kemampuan kita. Meskipun kau dikeluarkan dan gelarmu dicopot tapi ilmu yang telah melekat dalam otakmu tidak bisa mereka copot. Seandainya nanti kau bebas dan kembali ke tanah airmu kau masih bisa mengamalkan ilmumu meskipun tanpa gelar. Di dunia ini sangat banyak orang yang sukses tanpa gelar akademis. Aku malah pernah membaca sejarah Indonesia, bahwa salah seorang Wakil Presiden Indonesia yang sangat disegani yaitu Adam Malik, tidak memiliki gelar akademis apapun. Tapi kemampuannya tidak diragukan. Jadi janganlah masalah sekecil itu kau tangisi. Kau harus menjadi seorang lelaki sejati yang berjiwa besar. Dan aku yakin kau mampu untuk itu.”
Kata-kata profesor Abdul Rauf mampu menyeka air mata sedihku. Aku semestinya malu pada diriku sendiri jika menangisi hilangnya sebuah gelar. Jika aku diharamkan belajar di Al Azhar, maka Allah mungkin akan membuka jalan untuk belajar di tempat yang lain, termasuk belajar di dalam penjara. Bahkan bisa jadi penjara adalah universitas paling dahsyat di dunia. Banyak terjadi orang-orang besar di dunia melahirkan karya-karya monumental di penjara. Ibnu Taimiyah, ulama terkemuka pada zamannya yang mendapat gelar “Syaikhul Islam” menulis Fatawanya yang berjilid-jilid di dalam penjara. Sayyid Qutb menulis tafsir Zhilalnya yang sangat indah bahasa dan isinya, juga di dalam penjara. Syaikh Badiuz Zaman Said An-Nursi juga menulis karya-karyanya yang monumental di dalam penjara. Kenapa aku tidak berpikiran positif seperti mereka? Penjara bukanlah penghalang untuk berkarya dan berbuat. Seandainya aku tidak bisa menelorkan karya di dalam penjara, kenapa aku tidak menggunakan

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 269
kesempatan yang ada untuk belajar pada Profesor Abdul Rauf. Beliau adalah guru besar bidang ilmu ekonomi. Beliau juga pernah belajar di Perancis. Dengan beliau aku semestinya bisa belajar satu rumus ilmu ekonomi, atau bahasa Perancis menskipun cuma satu kosa kata.. Rasanya mempersiapkan diri saja untuk menikmati hidup di dalam penjara, itu lebih realistis dan lebih baik daripada bersedih, berkeluh kesah dan meratapi nasib. Kuutarakan kemauanku pada beliau. Hari itu juga aku mulai menimba ilmu pada beliau. Lumayan selain ‘bonjour’ aku mendapatkan sebuah kalimat dari Victor Hugo saat merenungi suatu keadaan nyata bahwa tangan manusia banyak melakukan suatu kejahilan. Hugo mengatakan: Tempos edax, home edacior! Artinya: Waktu kejam tapi manusia lebih kejam lagi!
* * *
Tiga hari setelah itu, kira-kira satu jam menjelang buka puasa, sipir bersuara cempreng memanggilku. Aku yang biasanya tidak pernah takut kali ini menyahut panggilannya dengan bulu kuduk merinding. Aku bersyukur ketika Si Cempreng tidak berbuat macam-macam padaku, ia hanya membawaku ke ruang tamu penjara. Di sana ada Aisha, paman Eqbal, Maqdi, dan Amru yang telah menunggu.
“Sore ini kita akan sedikit berbincang dan buka puasa bersama.” kata Aisha.
“Untuk buka puasanya mungkin aku tidak bisa,” jawabku.
“Kenapa?”
“Aku tidak mungkin makan enak sementara teman-teman satu sel berbuka hanya dengan seteguk air dan roti isy kering dengan jubnah kadaluwarsa.”
Aisha langsung mengerti apa maksudku. Dia langsung membagi beberapa bungkus makanan yang dibawa menjadi dua bagian.
“Ini untuk mereka.”
“Biar kuantar dulu.”
Selesai mengantar buka untuk teman-teman satu sel, barulah aku mendengarkan semua perkembangan yang terjadi dari mereka.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 270
“Ada kabar kurang menggembirakan untukmu. Surat permohonan agar jadwal sidang berikutnya diundur sampai janin Noura bisa diperiksa DNAnya ditolak oleh pengadilan.” Kata Amru dengan wajah mengguratkan kemuraman.
“Aku tidak kaget. Sudah aku kira.” Jawabku lirih. Kemudian aku menjelaskan prediksi-prediksi Profesor Abdul Rauf dan saran dari Ismail.
“Aku juga memiliki prediksi dan kalkulasi yang tidak jauh berbeda. Sekarang senjata kita tinggal kesaksian Maria. Dan dia masih koma di rumah sakit. Kondisinya sangat memprihatinkan, susah untuk kita harapkan.” Kata Amru lemas.
“Saran Ismail itu cukup bagus. Memang dibelakang Noura adalah seorang perwira menengah di badan intelijen khusus keamanan negara. Dia adik bungsu Madame Yasmin, ibu kandung Noura. Dialah yang mendalangi semua ini. Si Kumis yang mau berbuat tidak baik pada Madame Aisha itu akhirnya buka mulut juga. Tapi dia sulit disentuh. Kecuali oleh orang yang pangkatnya lebih tinggi darinya. Kebetulan aku tidak punya akses ke badan intelijen khusus. Aksesku hanya intel polisi biasa jadi tidak bisa berbuat banyak. Si Kumis itu kalau bukan desakan diplomatik dari Jerman dia juga tidak akan terproses secara hukum.” Ucap Magdi.
“Hmm..aku ingat sekarang. Syaikh Ahmad punya sepupu yang juga bertugas di dalam badan intelijen khusus keamanan negara, namanya Ridha Shahata. Siapa tahu bisa membantu.” Sahutku sedikit optimis.
“Saya sudah menghubungi Syaikh Ahmad, tapi sayang Ridha Shahata sedang ditugaskan ke Iran selama dua bulan. Dia baru akan kembali ke Mesir sekitar pertengahan Syawal, ketika sidang telah usai.” Tukas paman Eqbal Hakan Erbakan.
Azan maghrib berkumandang. Kami berbuka bersama. Pembicaraan sore itu belum menghasilkan sesuatu yang nyata untuk membuktikan bahwa diriku sama sekali tidak berdosa melakukan perbuatan yang hina yang dituduhkan kepadaku. Aisha pamit dengan air mata tak terbendung. “Aku akan cari jalan untuk menyelamatkan nyawamu, Suamiku. Aku tak mau jadi janda. Aku tak ingin anakku ini nanti lahir dalam keadaan yatim. Aku tak ingin kehilangan dirimu. Kau adalah karunia agung yang diberikan oleh Allah kepadaku.” Kalimat dari bibirnya

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 271
yang bergetar itu membuat hatiku terasa pilu dan sedih. Tak lama lagi akan memiliki seorang anak. Dan aku tidak tahu apakah masih akan sempat melihat wajah anakku itu apa tidak? Hanya Tuhanlah yang tahu akan akhir nasibku. Apapun yang akan terjadi aku harus siap menerimanya. Untuk membesarkan hati, aku kembali mengingat kisah Nabi Yahya yang mati muda, kepalanya dipenggal dan dihadiahkan kepada seorang pelacur. Kalau kehidupan dunia adalah segalanya maka kesalehan seorang nabi tiada artinya.
* * *

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 272
26. Ayat Ayat Cinta
Musim dingin yang beku membuat tulang-tulangku terasa ngilu. Aku nyaris tidak kuat dengan keadaan sel yang sangat menyiksa. Tanpa disiksapun musim dingin dalam sel gelap, pengap, basah dan berbau pesing itu sangat menyiksa. Seluruh sumsum tulang terasa pedih bernanah. Aku memasuki hari-hari yang sangat berat.
Suatu sore, satu jam sebelum buka, tiga hari menjelang hari raya Idul Fitri Aisha menjenguk bersama paman Eqbal, dia tampak terpukul melihat keadaanku yang sangat mengenaskan. Menjalani musim dingin dengan tanpa pelindung tubuh yang cukup telah membuat seluruh persendianku kaku. Selama ini aku nyaris tidak pernah tidur kecuali dengan posisi jongkok, tangan memegang kedua kaki erat-erat. Beberapa kali aku merasa sangat tersiksa bagaikan orang yang sedang sekarat.
“Suamiku, izinkanlah aku melakukan sesuatu untukmu!” Kata Aisha dengan mata berkaca-kaca.
“Apa itu?”
“Beberapa waktu yang lalu Magdi mengatakan harapan kau bisa dibebaskan sangat tipis sekali. Maria masih juga koma. Mungkin hanya mukjizat yang akan menyadarkannya. Magdi berseloroh, jika punya uang untuk diberikan pada keluarga Noura dan pihak hakim mungkin kau bisa diselamatkan. Kalau kau mengizinkan aku akan bernegosiasi dengan keluarga Noura. Bagiku uang tidak ada artinya dibandingkan dengan nyawa dan keselamatanmu.”
“Maksudmu menyuap mereka?”
“Dengan sangat terpaksa. Bukan untuk membebaskan orang salah tapi untuk membebaskan orang tidak bersalah!”
“Lebih baik aku mati daripada kau melakukan itu!”
“Terus apalagi yang bisa aku lakukan? Aku tak ingin kau mati. Aku tak ingin kehilangan dirimu. Aku tak ingin bayi ini nanti tidak punya ayah. Aku tak ingin jadi janda. Aku tak ingin tersiksa. Apalagi yang bisa aku lakukan?”
“Dekatkan diri pada Allah! Dekatkan diri pada Allah! Dan dekatkan diri pada Allah! Kita ini orang yang sudah tahu hukum Allah dalam menguji hamba-

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 273
hamba-Nya yang beriman. Kita ini orang yang mengerti ajaran agama. Jika kita melakukan hal itu dengan alasan terpaksa maka apa yang akan dilakukan oleh mereka, orang-orang awan yang tidak tahu apa-apa. Bisa jadi dalam keadaan kritis sekarang ini hal itu bisa jadi darurat yang diperbolehkan, tapi bukan untuk orang seperti kita, Isteriku. Orang seperti kita harus tetap teguh tidak melakukan hal itu. Kau ingat Imam Ahmad bin Hambal yang dipenjara, dicambuk dan disiksa habis-habisan ketika teguh memegang keyakinan bahwa Al-Qur’an bukan makhluk. Al-Qur’an adalah kalam Ilahi. Ratusan ulama pergi meninggalkan Bagdad dengan alasan keadaan darurat membolehkan mereka pergi untuk menghindari siksaan. Jika semua ulama saat itu berpikiran seperti itu, maka siapa yang akan memberi teladan kepada umat untuk teguh memegang keyakinan dan kebenaran. Maka Imam Ahmad merasa jika ikut pergi juga ia akan berdosa. Imam Ahmad tetap berada di Bagdad mempertahankan keyakinan dan kebenaran meskipun harus menghadapi siksaan yang tidak ringan bahkan bisa berujung pada kematian. Sama dengan kita saat ini. Jika aku yang telah belajar di Al Azhar sampai merelakan isteriku menyuap maka bagaimana dengan mereka yang tidak belajar agama sama sekali. Suap menyuap adalah perbuatan yang diharamkan dengan tegas oleh Baginda Nabi. Beliau bersabda, ‘Arraasyi wal murtasyi fin naar!’ Artinya, orang yang menyuap dan disuap masuk neraka! Isteriku, hidup di dunia ini bukan segalanya. Jika kita tidak bisa lama hidup bersama di dunia, maka insya Allah kehidupan akherat akan kekal abadi. Jadi, kumohon isteriku jangan kau lakukan itu! Aku tidak rela, demi Allah, aku tidak rela!”
Aisha tersedu-sedu mendengar penjelasanku. Dalam tangisnya ia berkata dengan penuh penyesalan, “Astaghfirullah… astaghfirullaaha l adhiim!” Paman Eqbal ikut sedih dan meneteskan air mata.
“Aisha isteriku, apakah kau benar-benar mencintaiku?” tanyaku.
Aisha menganggukkan kepala.
“Aku juga sangat mencintaimu. Dan aku tak ingin kita yang sekarang ini saling mencintai kelak di akhirat menjadi orang yang saling membenci dan saling memusuhi.”
“Apa maksudmu? Apakah ada dua orang yang di dunia saling mencintai di akhirat justru saling memusuhi?” tanyanya.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 274
“Jika cinta keduanya tidak berlandaskan ketakwaan kepada Allah maka keduanya bisa saling bermusuhan kelak di akhirat. Apalagi jika cinta keduanya justru menyebabkan terjadinya perbuatan maksiat baik kecil maupun besar. Tentu kelak mereka berdua akan bertengkar di akhirat. Seseorang yang sangat mencintai kekasihnya sering melakukan apa saja demi kekasihnya. Tak peduli pada apa pun juga. Terkadang juga tidak peduli pada pertimbangan dosa atau tidak dosa. Jika yang dilakukan adalah dosa tentu akan menyebabkan keduanya akan bermusuhan kelak di akhirat. Sebab mereka akan berseteru di hadapan pengadilan Allah Swt. Inilah yang telah diperingatkan oleh Allah Swt dalam surat Az Zuhruf ayat 67: ‘Orang-orang yang akrab saling kasih mengasihi, pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.’ Isteriku, aku tak ingin kita yang sekarang ini saling menyayangi dan saling mencintai kelak di akhirat justru menjadi musuh dan seteru. Aku ingin kelak di akhirat kita tetap menjadi sepasang kekasih yang dimuliakan oleh Allah Swt. Aku tak menginginkan yang lain kecuali itu isteriku. Hidup dan mati sudah ada ajalnya. Allahlah yang menentukan bukan keluarga Noura juga bukan hakim pengadilan itu. Jika memang kematianku ada di tiang gantungan itu bukan suatu hal yang harus ditakutkan. Beribu-ribu sebab tapi kematian adalah satu yaitu kematian. Yang membedakan rasanya seseorang mereguk kematian adalah besarnya ridha Tuhan kepadanya. Isteriku, aku sangat mencintaimu. Aku tak ingin kehilangan dirimu di dunia ini dan aku lebih tak ingin kehilangan dirimu di akhirat nanti. Satu-satunya jalan yang harus kita tempuh agar kita tetap bersama dan tidak kehilangan adalah bertakwa dengan sepenuh takwa kepada Allah Azza Wa Jalla.”
Tangis Aisha semakin menjadi-jadi.
“Ka…kau benar Suamiku, terima kasih kau telah mengingatkan diriku. Sungguh beruntung aku memiliki suami seperti dirimu. Aku mencintaimu suamiku. Aku mencintaimu karena kau adalah suamiku. Aku juga mencintaimu karena Allah Swt. Ayat yang kau baca dan kau jelaskan kandungannya adalah satu ayat cinta di antara sekian juta ayat-ayat cinta yang diwahyukan Allah kepada manusia. Keteguhan imanmu mencintai kebenaran, ketakwaan dan kesucian dalam hidup adalah juga ayat cinta yang dianugerahkan Tuhan kepadaku dan

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 275
kepada anak dalam kandunganku. Aku berjanji akan setia menempatkan cinta yang kita bina ini di dalam cahaya kerelaan-Nya.”
Kalimat-kalimat yang terucap dari mulut Aisha menjadi penyejuk jiwa yang tiada pernah kurasa sebelumnya. Ia seorang perempuan yang lunak hatinya dan bersih nuraninya.
“Kisah percintaan kalian membuat hatiku sangat terharu. Aisha, memiliki rasa cinta dan kesetiaan pada suami yang luar biasa. Kau seperti ibumu. Kau mewarisi kelembutan hati seperti nenekmu yang asli Palestina. Jika beliau masih ada pasti akan sangat bangga memiliki cucu sepertimu. Dan kau Fahri, aku belum pernah melihat seorang lelaki yang seteguh dirimu dan sekuat dirimu dalam bertanggung jawab mempertahankan cinta suci di dunia dan di akhirat. Kau benar, hidup yang sebenarnya adalah hidup di akhirat. Hidup yang kekal abadi tiada penghabisannya. Sesungguhnya sore ini aku mendapatkan nasihat agung yang tiada ternilai harganya.”
Azan berkumandang dan kami bersiap untuk buka. Sambil menjawab azan, lirih kudengar Aisha berdoa, “Ya Allah kekalkan cinta kami di dunia dan di akhirat. Ya Allah masukkan kami ke dalam surga Firdaus-Mu agar kami dapat terus bercinta selama-lamanya. Amin.”
Setelah mereka pulang di dalam sel penjara aku menyatukan diri dalam rengkuhan tangan Tuhan. Meskipun berada di dalam penjara aku masih merasakan kenikmatan-kenikmat an yang kelihatannya biasa-biasa namun luar biasa agungnya. Tuhan masih memberikan sentuhan cinta dan kasih sayang-Nya. Aku tiada kuasa berbuat apa-apa kecuali meletakkan kening bersujud kepada-Nya.
Ilahi, setiap kali,
bila kurenungkan kemurahanMu
yang begitu sederhana mendalam
akupun tergugu
dan membulatkan sembahku padaMu113
* * *
113 Diadaptasi dengan sedikit perubahan dari puisi berjudul “Saat-saat Sadar” karya penyair Belgia, Emile Verhaeren (1855-1916), yang sangat terkenal pasca perang dunia pertama.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 276
Hari raya Idul Fitri tiba. Aku merayakannya di dalam penjara berteman duka dan air mata. Tidak seperti hari raya yang telah lalu. Aku tidak bisa berbicara langsung dengan kedua orang tua di Indonesia. Aku hanya berpesan kepada Aisha agar minta tolong kepada Rudi membelikan kartu lebaran di Attaba dan mengirimnya tanpa memberitahukan keadaanku sebenarnya. Aku tak ingin membuat mereka berdua berduka tiada terkira. Aku telah berpesan pada Ketua PPMI agar jika ada teman mahasiswa dari Jawa pulang berkenan mampir ke rumah orang tuaku dan menceritakan masalah yang menimpaku dengan baik dan bijaksana.
Yang sedikit mengurangi kesedihanku pada hari raya itu adalah kunjungan yang datang silih berganti dari pagi sampai sore. Pagi sekali, tak lama setelah shalat Ied selesai Aisha, paman Eqbal dan bibi Sarah menjenguk. Setelah itu teman-teman satu rumah alias Rudi dkk. Lalu Mas Khalid dan anak buahnya. Ketua Kelompok Studi Walisongo (KSW) dan bala kurawanya. Takmir masjid Indonesia. Beberapa staf KBRI yang rendah hati. Teman-teman S2 dan S3. Dan beberapa kenalan lainnya.
Yang cukup mengejutkan diriku adalah kunjungan Nurul bersama Ustadz Jalal dan isterinya. Nurul menyampaikan rasa terima kasihnya atas surat yang aku tulis untuknya. Dia minta doanya tiga hari lagi akan melangsungkan akad nikah dengan salah seorang mahasiswa Indonesia.
“Siapa dia calon suamimu yang beruntung itu, kalau aku boleh tahu?” Tanyaku pada Nurul. Dia menundukkan kepala dan dia diam saja. Malu.
“Dia juga sedang menulis tesis. Juga kawan dekatmu.” Kata Ustadz Jalal menanggapi pertanyaanku. Aku berpikir sesaat mencari seseorang yang diisyaratkan oleh Ustadz Jalal.
“Apakah dia itu Mas Khalid?” tebakku.
“Tebakkanmu tidak salah,” jawab Ustadz Jalal.
“Dia orang yang shaleh, baik dan memiliki karakter dan dedikasi tinggi.” kataku.
“Tapi cinta pertama sangat susah dilupakan.” Lirih Nurul.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 277
“Sekali lagi cinta sejati adalah yang telah diikat dengan tali suci pernikahan. Jadikanlah Mas Khalid sebagai cinta pertama dan terakhirmu.” pelanku.
“Insya Allah, aku sedang berusaha untuk melakukan itu dengan segenap usaha. Doakanlah pernikahan kami barakah, dan kami bahagia dan menemukan mawaddah,” lirih Nurul.
“Sama-sama. Kita saling mendoakan,” jawabku.
Aku bahagia mendapat kunjungan yang membawa berita baik itu. Mas Khalid memang pasangan yang cocok untuk Nurul. Keduanya sama-sama berasal dari keluarga pesantren. Dan kepiawaian Mas Khalid dalam membaca kitab kuning ala pesantren salaf akan sangat berguna bagi pengembangan pesantren milik ayah Nurul. Mas Khalid bisa menjadi pengasuh pesantren yang baik. Dalam banyak acara diskusi di Cairo dia paling sering diminta untuk memimpin doa. Doanya panjang namun mampu membuat orang meneteskan air mata di hadapan Tuhannya.
Dan yang tak kalah bahagianya hatiku adalah kunjungan Syaikh Prof. Dr. Abdul Ghafur Ja’far bersama puteranya yang bernama Umar. Beliau berpesan agar aku bersabar dan tidak pernah putus asa sedetikpun atas datangnya rahmat Allah Swt. Beliau meminta maaf atas ketidakberdayaan beliau mempertahankan diriku atas pengeluaranku dari Al Azhar. Beliau juga menjelaskan bahwa sebenarnya Al Azhar mendapatkan tekanan dari keamanan untuk melakukan hal itu padaku. Sebelum pulang beliau memelukku erat-erat lalu mengecup ubun-ubun kepalaku.
“Ingat baik-baik Anakku, wa man yattaqillaha yaj’al lahu makhraja!”114 Pesan beliau kepadaku. Kunjungan Guru Besar Tafsir Universitas Al Azhar itu membuat diriku memang benar-benar terasa ada. Orang sepenting dia masih berkenan menengokku di penjara. Sungguh pengalaman yang tak akan terlupa.
Menjelang Isya’, Syaikh Ahmad dan isterinya, Ummu Aiman datang. Syaikh Ahmad sedikit membawa berita baik untukku. Yaitu saudara sepupunya, Ridha Shahata, yang ditugaskan keluar Mesir pulang lebih awal dari jadwal yang ditetapkan karena dia telah menyelesaikan semua tugasnya dengan baik. Ridha
114 Dan siapa yang bertakwa kepada Allah maka dia akan menjadikan untuknya jalan keluar.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 278
Shahata berjanji akan membantu sebisanya. Yang paling penting menurut Ridha Shahata dari cerita Syaikh Ahmad adalah bagaimana caranya Maria bisa memberikan kesaksiannya di depan pengadilan. Aku lebih banyak diam, dalam hati kukatakan, ‘Maria sangat susah diharapkan, jika memang aku harus mati di tiang gantungan berarti memang Tuhan berkehendak demikian.’
Sejujurnya kukatakan, selama merayakan Iedul Fitri di Mesir aku belum pernah mendapatkan kunjungan sebanyak itu. Meskipun berada di penjara, namun hari raya yang kulewati cukup mengesan. Aku ikhlas seandainya hari raya yang aku lewati adalah hari raya terakhirku di dunia.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 279
27. Diary Maria
Hari berikutnya, pagi-pagi sekali, Tuan Boutros dan Madame Nahed datang. Aku sama sekali tidak menyangka mereka akan datang menjenguk dan mengucapkan selamat hari raya. Ternyata maksud kedatangan mereka tidak semata-mata berkunjung. Tuan Boutros berkata, “Kedatangan kami berdua kemari mau minta pertolonganmu sekali lagi untuk kesembuhan Maria.”
“Aku tidak mengerti maksud Tuan. Apa yang bisa aku lakukan dalam keadaan seperti ini?” jawabku.
“Kaset rekaman suaramu itu bisa menyadarkan Maria beberapa menit. Begitu sadar ia menanyakan dirimu. Ia terus menanyakan dirimu sampai tak sadarkan diri kembali. Dokter ahli syaraf yang menanganinya meminta agar bisa mendatangkan dirimu beberapa saat untuk menyadarkan Maria. Dengan suara dan dengan sentuhan tanganmu ada kemungkinan Maria bisa sadar. Dan ketika mendapatkan dirimu berada di sisinya, dia akan memiliki semangat hidup kembali. Maria itu ternyata persis seperti ibunya yang tidak mudah jatuh cinta. Namun sekali jatuh cinta dia tak bisa melupakan sama sekali orang yang dicintainya. Madame Nahed ini dulu juga sakit seperti Maria sekarang, cuma tidak separah Maria,” kata Tuan Boutros.
“Tolonglah Anakku, aku tak mau kehilangan Maria. Aku sudah pernah mengalami apa yang dialami Maria. Hanya suaramu, sentuhanmu dan kehadiranmu di sisinya yang akan membuat dirinya kembali memiliki cahaya hidup yang telah redup,” desak Madame Nahed.
“Kalau hanya memperdengarkan suaraku padanya, insya Allah aku bisa. Tapi kalau sampai menyentuhnya aku tidak bisa. Anda tentu sudah tahu kenapa? Tapi bagaimana aku bisa melakukan itu sementara aku berada di dalam penjara. Apakah akan rekaman lagi?” jawabku.
“Kami akan minta izin kepada pihak kepolisian untuk membawamu ke rumah sakit beberapa saat lamanya dengan jaminan,” kata Tuan Boutros.
“Semoga bisa,” sahutku pelan.
Keduanya lalu keluar. Aku menunggu di ruang tamu penjara dengan penuh harap berdoa mereka diizinkan membawaku ke rumah sakit menemui

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 280
Maria. Dan semoga aku bisa menyadarkan Maria sehingga nanti dia bisa menjadi saksi dalam persidangan penentuan yang tidak lama lagi akan dilangsungkan. Entah bagaimana diplomasi mereka pada pihak kepolisian dan jaminan apa yang mereka berikan akhirnya mereka diizinkan membawaku ke rumah sakit sampai maghrib tiba. Saat azan maghrib berkumandang aku harus sudah berada di dalam penjara lagi. Borgolku dilepas. Aku melihat jam dinding yang ada di ruangan itu. Baru pukul setengah delapan pagi. Maghrib sekitar pukul lima empat lima. Ada waktu sembilan jam setengah. Semoga waktu yang ada itu cukup untuk membantu Maria.
Tuan Boutros dan Madame Nahed membawaku ke mobil mereka. Aku heran, sama sekali kami tidak dikawal. Apa mereka tidak takut aku akan melarikan diri. Aku tanyakan hal itu pada Tuan Boutros. Beliau menjawab, “Jika kau lari maka kami sekeluarga akan mati. Kami sekeluarga yang menjadi jaminanmu.”
“Apa Tuan tidak kuatir aku akan melarikan diri?” tanyaku.
“Aku sudah mengenal siapa dirimu. Kau bukan seorang pengecut yang akan melakukan hal itu,” jawab Tuan Boutros mantap.
“Terima kasih atas kepercayaannya,” tukasku.
Rumah sakit tempat Maria dirawat adalah rumah sakit tempat aku dulu dirawat. Begitu sampai di sana Madame Nahed yang juga seorang dokter langsung meminta temannya untuk memeriksa kesehatanku. Aku sempat minta pada Madame Nahed menghubungi Aisha yang tinggal di rumah paman Eqbal yang tak jauh dari rumah sakit. Seorang dokter memeriksa tekanan darahku dan lain sebagainya dengan proses yang cepat. Dia minta aku mandi dengan air kemerahan yang telah disiapkan seorang perawat. Lalu salin pakaian rumah sakit. Aku mandi dengan cepat. Setelah itu aku disuntik. Barulah aku diajak ke kamar di mana Maria tergeletak seperti mayat. Aku tak kuasa menatapnya. Maria yang kulihat itu tidak seperti Maria yang dulu. Ia tampak begitu kurus. Mukanya pucat dan layu. Tak ada senyum di bibirnya. Matanya terpejam rapat. Air matanya terus meleleh. Entah kenapa tiba-tiba mataku basah. Seorang dokter setengah baya memintaku untuk berbicara dengan suara yang datang dari jiwa agar bisa masuk

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 281
ke dalam jiwa Maria. “Ini penyakit cinta, hanya bisa disembuhkan dengan getaran-getaran cinta,” katanya padaku.
Aku duduk di kursi dekat Maria berbaring. Mulutku tak jauh dari telinga Maria. Aku memanggil-manggil namanya. Menyuruhnya untuk membukakan mata. Aku bercerita dan lain sebagainya. Satu jam sudah aku berbicara tapi Maria tetap tidak sadar juga. Dokter setengah baya mengajakku bicara. Dia minta agar aku mengucapkan kata-kata yang mesra, kata-kata pernyataan cinta pada Maria sambil memegang-megang tangannya atau menyentuh keningnya.
Kujawab, “Maafkan diriku atas ketidakmampuanku melakukan hal itu. Aku tidak mungkin menyatakan cinta dan menyentuh bagian tubuh seorang wanita, kecuali pada isteriku saja.”
“Tolonglah, lakukan itu untuk merangsang syarafnya dan membuatnya sadar. Kau harus mengatakan dan melakukan sesuatu yang memiliki efek pada syaraf dan memorinya. Dan lebih dari itu pada jiwanya. Utarakanlah rasa cintamu padanya, mungkin itu akan menolongnya.”
“Aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak menyesal.”
“Ini tidak sungguhan.”
“Aku harus bersikap bagaimana? Aku tidak bisa melakukan hal itu, juga tidak bisa untuk melakukan suatu kebohongan. Bagaimana jika aku mengungkapkan rasa cinta lalu dia sadar. Kemudian dia tahu aku membohonginya apakah itu bukan suatu penyiksaan yang kejam padanya?”
Dokter setengah baya diam. Ia lalu keluar dan beranjak keluar untuk berbicara pada Tuan Boutros dan Madame Nahed. Aku duduk terpekur dalam ketermanguan. Lakon hidup ini kenapa begitu rumit? Aku melihat bibir Maria bergetar menyebut sebuah nama. Hatiku berdesir. Yang ia sebut adalah namaku. Aku menjawab dengan menyebut namanya tapi ia tidak juga membuka matanya. Ingin aku menggoyang-goyang tubuhnya agar ia sadar, agar ia tahu aku ada di dekatnya tapi itu tak mungkin aku lakukan. Tuan Boutros mengajakku berbicara enam mata dengan Madame Nahed di sebuah ruangan. Tuan Boutros menyerahkan sebuah agenda berwarna biru.
“Fahri, ini agenda pribadi Maria. Tempat ia mencurahkan segala perasaan dan pengalamannya yang sangat pribadi yang terkadang kami tidak

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 282
mengetahuinya. Termasuk cintanya padamu yang luar biasa. Kami tidak pernah menyalahkanmu dalam masalah ini. Sebab kamu memang tidak bersalah. Kamu tidak pernah melakukan tindakan yang tidak baik pada Maria. Kami juga tidak bisa menyalahkan Maria. Bacalah beberapa halaman yang telah kami tandai itu agar kau mengetahui bagaimana perasaan Maria terhadapmu sebenarnya,” kata Tuan Boutros.
Aku menerima agenda pribadi Maria itu dan membaca pada halaman-halaman yang telah ditandai dengan sedikit dilipat ujung atas halamannya.
Kubuka lipatan 1:
Senin, 1 Oktober 2001, pukul 22.25
Sudah dua tahun dia dan teman-temannya tinggal di flat bawah. Kamarnya tepat dibawah kamarku. Aku tak pernah berkenalan langsung dengannya, tapi aku mengenalnya. Aku tahu namanya dan tanggal lahirnya. Yousef banyak bercerita tentang dirinya dan teman-temannya. Setiap Jum’at pagi dia dan teman-temannya bermain sepak bola di lapangan bersama Yousef dan anak-anak muda Hadayek Helwan. Mereka semua mahasiswa Al Azhar dari Indonesia yang ramah dan menghormati siapa saja. Kata Yousef yang paling ramah dan dewasa adalah dia. Bahasa ‘amiyah dan fushanya juga paling baik di antara keempat orang temannya.
Ayah pernah dibuat terharu oleh sikapnya yang tidak mau merepotkan dan menyakiti tetangga. Ceritanya suatu hari ayah menagih iuran air ke tempatnya. Ternyata ia sedang tidak enak badan dan istirahat di kamarnya. Teman-temannya mengajak ayah masuk ke kamarnya. Di dalam kamarnya ada sebuah ember untuk menadah air yang menetes dari langit-langit. Ayah langsung tahu bahwa tetesan air itu berasal dari kamar mandi kami. Karena kamilah yang tepat berada di atasnya. Dan letak kamar mandi memang berada di samping kamarku. Ayah bertanya padanya,
“Sudah berapa lama air ini merembes dan menetes di kamarmu?”
“Satu bulan?”

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 283
“Kenapa kau tidak bilang kepadaku kalau ada ketidakberesan di kamar mandi kami dan merembes ke tempatmu?”
“Nabi kami mengajarkan untuk memuliakan tetangga, beliau bersabda, ‘Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tetangganya!’ Kami tahu kerusakan itu perlu diperbaiki. Dan perbaikan itu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Karena lantai rumah Anda adalah langi-langit rumah kami, maka biaya perbaikan itu tentunya kita berdua yang menanggungnya. Kebetulan kami tidak punya uang. Kami menunggu ada uang baru akan memberitahu Anda. Jika kami langsung memberitahu Anda kami takut akan merepotkan Anda. Dan itu tidak kami inginkan.”
Mendengar jawaban itu hati ayah sangat tersentuh dan terharu. Ayah terharu atas kesabaran dia selama satu bulan. Ada air menetes di langit-langit kamar tentu sangat mengganggu kenyamanan. Ayah juga terharu akan kedewasaannya dalam merasa bertanggung jawab. Ayah merasa mendapat teguran. Bagaimana tidak? Setengah tahun sebelumnya ada air menetes di langit-langit kamar mandi kami. Berarti kamar mandi penghuni rumah atas kami tidak beres. Ayah dengan tegas langsung meminta orang atas memperbaikinya tanpa memberi bantuan finansial sedikit pun. Sebab ayah merasa itu sepenuhnya tanggung jawab orang atas. Sejak itu kekaguman ayah padanya dan pada teman-temannya sering ayah ungkapkan. Dan sejak kejadian itu aku jadi penasaran ingin tahu lebih jauh tentang dirinya.
Sudah dua tahun dia tinggal di bawah dan aku tidak pernah bertegur sapa dengannya. Seringkali kami bertemu tak sengaja di jalan, di halaman apartemen, di gerbang, atau di tangga. Tapi kami tak pernah bertegur sapa. Dia lebih sering menunduk. Jika tanpa sengaja beradu pandangan saat bertemu denganku dia cepat-cepat menunduk atau mengalihkan padangan. Dia bersikap biasa. Tidak tersenyum juga tidak bermuka masam. Akhirnya tadi siang saat aku pulang dari kuliah aku bertemu dia di dalam metro. Dia juga dari kuliah. Aku memberanikan diri untuk menyapanya dan mengajaknya bicara. Sebab rasa-rasanya rasa penasaranku ingin tahu sendiri keindahan pribadinya seperti yang sering diceritakan Yousef dan ayah tidak dapat aku tahan lagi. Aku menyapanya dengan tersenyum dan dia pun menjawab dengan baik dan halus. Aku heran pada diriku

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 284
sendiri bagaimana mungkin aku tersenyum padanya. Aku jarang bahkan bisa dikatakan anti memberikan senyum pada lelaki yang bukan keluargaku. Aku tidak tahu kenapa aku memberikan senyumku padanya dan aku tidak merasa menyesal bahkan sebaliknya. Yang membuatku senang adalah dia ternyata tahu namaku. Saat itu aku ingin bertanya padanya kenapa selama ini kalau bertemu di jalan atau ditangga tidak pernah menyapaku. Tapi kuurungkan.
Perbincangan dengannya tadi siang sangat berkesan di hatiku. Dia memiliki tutur bahasa yang halus dan kepribadian yang indah. Ia tidak mau aku ajak berjabat tangan. Bukan tidak menghormati diriku, kata dia, justru karena menghormati diriku. Dia juga bisa menjadi pendengar yang baik. Sifat yang tidak banyak dimiliki setiap orang. Ia sangat senang menyimak aku membaca surat Maryam. Kelihatannya ia kaget ada gadis koptik hafal surat Maryam. Aku bukan gadis yang mudah terkesan pada seorang pemuda. Tapi entah kenapa aku merasa sangat terkesan dengan sikap-sikapnya. Dan entah kenapa hatiku mulai condong padanya. Hatiku selalu bergetar mendengar namanya. Lalu ada perasaan halus yang menyusup ke sana tanpa aku tahu perasaan apa itu namanya. Fahri, nama itu seperti embun yang menetes dalam hati. Kurindu setiap pagi.
Lipatan 2:
Minggu, 16 Desember 2001, pukul 21.00
Kenapa aku menangis? Perasaan apa yang mendera hatiku sekarang?Begitu menyiksa. Aku tak pernah merindukan seseorang seperti rinduku padanya. Sudah satu bulan aku tidak melihatnya melintas di halaman apartemen. Sudah satu bulan dia menghilang membuat hatiku merasa tercekam kerinduan. Yousef bilang Fahri pergi umrah sejak pertengahan Ramadhan dan sampai sekarang belum juga pulang. Aku merasa memang telah jatuh cinta padanya. Cinta yang datang begitu saja tanpa aku sadari kehadirannya di dalam hati.
Lipatan 3:
Sabtu, 10 Agustus 2002 pukul 11.15

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 285
Pulang dari restoran Cleopatra kugoreskan pena ini. Sebab aku tidak bisa mengungkapkan gelegak perasaanku secara tuntas kecuali dengan menorehkannya dalam diary ini.
Akhirnya keraguanku padanya hilang, berganti dengan keyakinan. Selama ini aku ragu apakah dia bisa romantis. Sebab selama bertemu atau berbicara dengannya dia sama sekali tidak pernah berkata yang manis-manis. Selalu biasa, datar dan wajar. Dia selalu tampak serius meskipun setiap kali aku tersenyum padanya dia juga membalas dengan senyum sewajarnya.
Tapi malam ini, apa yang dia lakukan membuat hatiku benar-benar sesak oleh rasa cinta dan bangga padanya. Dia sangat perhatian dan suka membuat kejutan. Kali ini yang mendapat kejutan indah darinya adalah Mama dan Yousef. Mereka berdua mendapat hadiah ulang tahun darinya. Meskipun di atas namakan seluruh anggota rumahnya tapi aku yakin dialah yang merencanakan semuanya. Dia ternyata sangat romantis. Tak perlu banyak berkata-kata dan langsung dengan perbuatan nyata. Fahri, aku benar-benar tertawan olehmu. Tapi apakah kau tahu yang terjadi pada diriku? Apakah kau tahu aku mencintaimu? Aku malu untuk mengungkapkan semua ini padamu. Dan ketika kau kuajak dansa tidak mau itu tidak membuatku kecewa tapi malah sebaliknya membuat aku merasa sangat bangga mencintai lelaki yang kuat menjaga prinsip dan kesucian diri seperti dirimu.
Lipatan 4:
Minggu, 11 Agustus 2002 pukul 22.00
Aku sangat cemas memikirkan dia. Dia dia tergeletak keningnya panas. Kata Mama terkena heat stroke. Kata teman-temannya dia seharian melakukan kegiatan yang melelahkan di tengah musim panas yang sedang menggila.
Oh, kekasihku sakit
Aku menjenguknya
Wajahnya pucat
Aku jadi sakit dan pucat
Karena memikirkan dirinya

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 286
Aku semakin tahu siapa dia. Untuk pertama kalinya aku tadi masuk kamarnya ikut Mama dan Ayah menjenguknya. Dia seorang pemuda yang ulet, pekerja keras, dan memiliki rencana ke depan yang matang. Aku masih ingat dia menyitir perkataan bertenaga Thomas Carlyle: ‘Seseorang dengan tujuan yang jelas akan membuat kemajuan walaupun melewati jalan yang sulit. Seseorang yang tanpa tujuan, tidak akan membuat kemajuan walaupun ia berada di jalan yang mulus!’
Aku merasa tidak salah mencintai dia. Aku ingin hidup bersamanya. Merenda masa depan bersama dan membesarkan anak-anak bersama. Membangun peradaban bersama. Oh Fahri, apakah kau mendengar suara-suara cinta yang bergemuruh dalam hatiku?
Lipatan 5:
Sabtu, 17 Agustus 2002, pukul 23.15
Aku belum pernah merasakan ketakutan dan kecemasan sehebat ini? Aku tak ingin kehilangan dirinya. Dia memang keras kepala. Diingatkan untuk menjaga kesehatannya tidak juga mengindahkannya. Akhirnya terjadilah peristiwa yang membuat diriku didera kecemasan luar biasa.
Siang tadi pukul setengah empat Saiful datang dengan wajah cemas. Minta tolong Fahri dibawa ke rumah sakit. Fahri tak sadarkan diri. Aku telpon Mama di rumah sakit lalu bersama Yousef membawa Fahri ke rumah sakit. Aku menungguinya sampai jam delapan malam. Dan dia belum juga siuman. Ah, Fahri kau jangan mati! Aku tak mau kehilangan dirimu. Sembuhlah Fahri, aku akan katakan semua perasaanku padamu. Aku sangat mencintaimu.
Lipatan 6:
Minggu, 18 Agustus 2002, pukul 17.30

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 287
Seolah-olah akulah yang sakit, bukan dia. Tuhan, jangan kau panggil dia. Aku ingin dia mendengar dan tahu bahwa aku sangat mencintainya.
Dia tergeletak tanpa daya berselimut kain putih. Kata Saiful pukul setengah tiga malam dia sadar tapi tak lama. Lalu kembali tak sadarkan diri sampai aku datang menjenguknya jam setengah delapan pagi tadi. Kulihat Saiful pucat. Ia belum tidur dan belum makan. Kuminta dia keluar mencari makan. Aku mengantikan Saiful menjaganya. Aku tak kuasa menahan sedih dan air mataku. Dia terus mengigau dengan bibir bergetar membaca ayat-ayat suci. Wajahmu pucat. Air matanya meleleh . Mungkin dia merasakan sakit yang tiada terkira.
Aku tak kuasa menahan rasa sedih yang berselimut rasa cinta dan sayang padanya. Kupegang tangannya dan kuciumi. Kupegang keningnya yang hangat. Aku takut sekali kalau dia mati. Aku tidak mau dia mati. Aku tak bisa menahan diriku untuk tidak menciumnya. Pagi itu untuk pertama kali aku mencium seorang lelaki. Yaitu Fahri. Aku takut dia mati. Kuciumi wajahnya. Kedua pipinya. Dan bibirnya yang wangi. Aku tak mungkin melupakan kejadian itu. Kalau dia sadar mungkin dia akan marah sekali padaku. Tapi aku takut dia mati. Saat menciumnya aku katakan padanya bahwa aku sangat mencintainya. Tapi dia tak juga sadar. Tak juga menjawab.
Pukul delapan dia bangun dan dia kelihatan kaget melihat aku berada di sisinya. Aku ingin mengatakan aku cinta padanya. Tapi entah kenapa melihat sorot matanya yang bening aku tidak berani mengatakannya. Tenggorokanku tercekat. Mulutku terkunci hanya hati yang berbicara tanpa suara. Tapi aku berjanji akan mencari waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya padanya. Aku ingin menikah dengannya. Dan aku akan mengikuti semua keinginannya. Aku sangat mencintainya seperti seorang penyembah mencintai yang disembahnya. Memang memendam rasa cinta sangat menyiksa tapi sangat mengasyikkan. Love is a sweet torment!
Lipatan terakhir:
Jum’at, 4 Oktober 2002, pukul 23.25

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 288
Aku masih sangat kelelahan baru pulang dari Hurgada. Baru setengah jam meletakkan badan di atas kasur aku mendapatkan berita yang meremukredamkan seluruh jiwa raga. Fahri telah menikah dengan Aisha, seorang gadis Turki satu minggu yang lalu. Aku merasa dunia telah gelap. Dan hidupku tiada lagi berguna. Harapan dan impianku semua lenyap. Aku kecewa pada diriku sendiri. Aku kecewa pada hari-hari yang telah kujalani. Andaikan waktu bisa diputar mundur aku akan mengungkapkan semua perasaan cintaku padanya dan mengajaknya menikah sebelum dia bertemu Aisha. Aku merasa ingin mati saja. Tak ada gunanya hidup tanpa didampingi seorang yang sangat kucintai dan kusayangi. Aku ingin mati saja. Aku ingin mati saja. Aku rasa aku tiada bisa hidup tanpa kekuatan cinta. Aku akan menunggunya di surga.
Air mataku tak bisa kubendung membaca apa yang ditulis Maria dalam diary pribadinya. Aku cepat-cepat menata hati dan jiwaku. Aku tak boleh larut dalam perasaan haru dan cinta yang tiada berhak kumerasakannya. Aku sudah menjadi milik Aisha. Dan aku harus setia lahir batin, dalam suka dan duka, juga dalam segala cuaca.
“Hanya kau yang bisa menolongnya Anakku. Nyawa Maria ada di tanganmu,” ucap Madame Nahed pelan dengan air mata meleleh di pipinya.
“Bukan aku. Tapi Tuhan,” jawabku.
“Ya. Tapi kau perantaranya. Kumohon lakukanlah sesuatu untuk Maria!”
“Aku sudah melakukannya semampuku.”
“Lakukanlah seperti yang diminta dokter. Tolong.”
“Andai aku bisa Madame, aku tak bisa melakukannya.”
“Kenapa?”
“Aku sudah katakan semuanya pada dokter.”
“Kalau begitu nikahilah Maria. Dia tidak akan bisa hidup tanpa dirimu. Sebagaimana aku tidak bisa hidup tanpa Boutros.”
“Itu juga tidak mampu aku lakukan. Aku sangat menyesal.”
“Kenapa Fahri? Kau tidak mencintainya? Kalau kau tidak bisa mencintainya maka kasihanilah dia. Sungguh malang nasibnya jika harus mati

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 289
dalam keadaan sangat sengsara dan menderita. Kasihanilah dia, Fahri. Kumohon demi rasa cintamu pada nabimu.”
“Masalahnya bukan cinta atau kasihan Madame.”
“Lantas apa?”
“Aku sudah menikah. Dan saat menikah aku menyepakati syarat yang diberikan isteriku agar aku menjadikan dia isteri yang pertama dan terakhir. Dan aku harus menunaikan janji itu. Aku tidak boleh melanggarnya.”
“Aku akan minta pada Aisha untuk memberikan belas kasihnya pada Maria. Aku yakin Aisha seorang perempuan shalihah yang baik hati. Kebetulan itu dia, baru datang. Kau tunggulah di sini bersama Boutros. Aku mau bicara empat mata dengan Aisha.” Kata Madame Nahed sambil berjalan menyambut Aisha. Keduanya lalu berjalan memasuki sebuah ruangan. Entah apa yang akan dikatakan Madame Nahed pada Aisha. Semoga Aisha tidak terluka hatinya. Dan aku sama sekali tidak punya niat sedetikpun untuk menduakan Aisha dengan Maria. Aku tidak pernah berpikir kalau Maria mencintaiku sedemikian rupa.
* * *
Setelah berbincang dengan Madame Nahed, Aisha mengajakku berbicara empat mata. Matanya berkaca-kaca.
“Fahri, menikahlah dengan Maria. Aku ikhlas.”
“Tidak Aisha, tidak! Aku tidak bisa.”
“Menikahlah dengan dia, demi anak kita. Kumohon! Jika Maria tidak memberikan kesaksiannya maka aku tak tahu lagi harus berbuat apa untuk menyelamatkan ayah dari anak yang kukandung ini.” Setetes air bening keluar dari sudut matanya.
“Aisha, hidup dan mati ada di tangan Allah.”
“Tapi manusia harus berusaha sekuat tenaga. Tidak boleh pasrah begitu saja. Menikahlah dengan Maria lalu lakukanlah seluruh petunjuk dokter untuk menyelamatkannya.”
“Aku tak bisa Aisha. Aku sangat mencintaimu. Aku ingin kau yang pertama dan terakhir bagiku.”
“Kalau kau mencintaiku maka kau harus berusaha melakukan yang terbaik untuk anak kita. Aku ini sebentar lagi menjadi ibu. Dan seorang ibu akan

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 290
melakukan apa saja untuk ayah dari anaknya. Menikahlah dengan Maria. Dan kau akan menyelamatkan banyak orang. Kau menyelamatkan Maria. Menyelamatkan anak kita. Menyelamatkan diriku dari status janda yang terus membayang di depan mata dan menyelamatkan nama baikmu sendiri.”
“Aku mencintai kalian semua. Tapi aku lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya. Budak hitam yang muslimah lebih baik dari yang bukan muslimah. Aku tak mungkin melakukannya isteriku.”
“Aku yakin Maria seorang muslimah.”
“Bagaimana kau bisa yakin begitu?”
“Dengan sekilas membaca diarynya. Jika dia bukan seorang muslimah dia tidak akan mencintaimu sedemikian kuatnya. Kalau pun belum menjadi muslimah secara lesan dan perbuatan, aku yakin fitrahnya dia itu muslimah.”
“Aku tidak bisa berspekulasi isteriku. Aku tidak bisa melakukannya. Dalam interaksi sosial kita bisa toleran pada siapa saja, berbuat baik kepada siapa saja. Tapi untuk masalah keyakinan aku tidak bisa main-main. Aku tidak bisa menikah kecuali dengan perempuan yang bersaksi dan meyakini tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kalau untuk bertetangga, berteman, bermasyarakat aku bisa dengan siapa saja. Untuk berkeluarga tidak bisa Aisha. Tidak bisa!”
“Suamiku aku sependapat denganmu. Sekarang menikahlah dengannya. Anggaplah ini ijtihad dakwah dalam posisi yang sangat sulit ini. Nanti kita akan berusaha bersama untuk membawa Maria ke pintu hidayah. Jika tidak bisa, semoga Allah masih memberikan satu pahala atas usaha kita. Tapi aku sangat yakin dia telah menjadi seorang muslimah. Jika tidak bagaimana mungkin dia mau menerjemahkan buku yang membela Islam yang kau berikan pada Alicia itu. Itu firasatku. Kumohon menikahlah dan selamatkan Maria. Bukankah dalam Al-Qur’an disebutkan, Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya.?”
Aku diam tidak bisa bicara apa-apa. Aku tidak pernah membayangkan akan menghadapi suasana psikologis yang cukup berat seperti ini. Aisha mengambil cincin mahar yang aku berikan di jari manis tangan kanannya.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 291
“Ini jadikan mahar untuk Maria. Waktunya sangat mendesak. Sebelum maghrib kau harus sampai di penjara. Jadi kau harus segera menikah dan melakukan semua petunjuk dokter untuk menyadarkan Maria.” Kata-kata Maria begitu tegas tanpa ada keraguan, setegas perempuan-perempuan Palestina ketika menyuruh suaminya berangkat ke medan jihad. Dengan sedikit ragu aku mengambil cincin itu. Aku tak bisa menahan isak tangisku. Aisha memelukku, kami bertangisan.
“Suamiku kau jangan ragu! Kau sama sekali tidak melakukan dosa. Yakinlah bahwa kau akan melakukan amal shaleh,” bisik Aisha.
Setelah itu aku menemui Madame Nahed dan Tuan Boutros. Mereka berdua menyambut kesediaanku dengan bahagia. Proses akad nikah dilaksanakan dalam waktu yang sangat cepat, sederhana, sesuai dengan permintaanku. Seorang ma’dzun syar’i mewakili Tuan Boutros menikahkan diriku dengan Maria dengan mahar sebuah cincin emas. Saksinya adalah dua dokter muslim yang ada di rumah sakit itu.
Setelah itu dokter setengah baya memberikan petunjuk apa yang harus aku lakukan untuk membantu Maria sadar dari komanya. Aku minta hanya aku dan Maria yang ada di ruang itu. Aku wudhu dan shalat dua rakaat lalu berdoa di ubun-ubun kepala Maria seperti yang aku lakukan pada Aisha. Aku hampir tidak percaya bahwa gadis Mesir yang dulu lincah, ceria dan kini terbaring lemah tiada berdaya ini adalah isteriku. Segenap perasaan kucurahkan untuk mencintainya. Aku membisikkan ke telinganya ungkapan-ungkapan rasa cinta dan rasa sayang yang mendalam. Aku lalu menciuminya seperti dia menciumiku waktu aku sakit. Tapi dia tetap diam saja. Aku lalu menangis melihat usahaku sepertinya sia-sia. Aku ingin melakukan lebih dari itu tapi tidak mungkin. Aku hanya bisa terisak sambil memanggil-manggil nama Maria.
Tiba-tiba aku melihat sujud mata Maria melelehkan air mata. Aku yakin Maria mulai mendengar apa yang aku katakan. Aku kembali menciumi tangannya. Lalu mencium keningnya. “Maria, bangunlah Maria. Jika kau mati maka aku juga akan ikut mati. Bangunlah kekasihku! Aku sangat mencintaimu!” kuucapkan dengan pelan di telinganya dengan penuh perasaan.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 292
Kepalanya menggeliat, dan perlahan-lahan ia mengerjapkan kedua matanya. Aku memegang kedua tanganya sambil kubasahi dengan air mataku.
“F..f..Fahri. .?”
“Ya, aku di sisimu Maria.”
Entah mendapatkan kekuatan dari mana, Maria bisa bicara meskipun dengan suara yang lemah,
“Aku mendengar kau berkata bahwa kau mencintaiku, benarkah?”
“Benar. Aku sangat mencintaimu, Maria?”
“Kenapa kau pegang tanganku. Bukankah itu tidak boleh?”
“Boleh! Karena kau sudah jadi isteriku.”
“Apa?”
“Kau sudah jadi isteriku, jadi aku boleh memegang tanganmu?”
“Siapa yang menikahkan kita?”
“Ayahmu. Apa kau tidak mau jadi isteriku?”
Mata Maria berkaca-kaca, “Itu impianku. Aku merasa kita tidak akan bisa menikah setelah kau menikah dengan Aisha. Terus bagaimana dengan Aisha?”
“Dia yang mendorongku untuk menikahimu. Ini cincin yang ada di tanganmu adalah pemberian Aisha. Anggaplah dia sebagai kakakmu.”
“Aku tak menyangka Aisha akan semulia itu.”
“Fahri, aku mau minta maaf. Saat kau sakit dulu aku pernah men…”
“Aku sudah tahu semuanya. Tadi saat kau belum bangun aku sudah membalasnya.”
Maria tersenyum. “Aku ingin kau mengulanginya lagi. Aku ingin merasakannya dalam keadaan sadar.” Pinta Maria dengan sorot mata berbinar. Aku memenuhi permintaannya. Seketika wajahnya kelihatan lebih bercahaya dan segar.
“Maria.”
“Ya.”
“Berjanjilah kau akan mengembalikan semangat hidupmu.”
“Setelah aku menemukan kembali cintaku maka dengan sendirinya aku menemukan kembali semangat hidupku. Saat ini, aku merasakan kebahagiaan

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 293
yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku merasa menjadi wanita paling berbahagia di dunia setelah sebelumnya merasa menjadi wanita paling sengsara.”
Aku melihat jam dinding. Satu jam lagi aku harus sampai di penjara. Dengan mata berkaca aku berkata, “Maria, aku keluar sebentar memberitahukan keadaanmu pada dokter, ayah ibumu dan Aisha.”
Maria mengangguk. Madame Nahed dan Tuan Boutros sangat berbahagia mendengar sadarnya Maria. Serta merta mereka berdua melangkah masuk diiringi dokter setengah baya. Kulihat Aisha duduk sendirian di bangku. Aku mendekatinya dan duduk di sampingnya. Aisha diam saja. Matanya basah.
“Kau menangis Aisha?”
Aisha diam seribu bahasa seolah tidak mendengar pertanyaanku.
“Kau menyesal dengan keputusanmu?”
Dia menggelengkan kepala.
“Kenapa kau menangis? Kau cemburu?”
Aisha mengangguk. Aku memeluknya, “Maafkan aku Aisha, semestinya kau tidak menikah denganku sehingga kau menderita seperti ini.”
“Kau jangan berkata begitu Fahri. Menikah denganmu adalah kebahagianku yang tiada duanya. Kau tidak bersalah apa-apa Fahri. Tak ada yang salah denganmu. Kau sudah berusaha melakukan hal yang menurutmu baik. Rasa cemburu itu wajar. Meskipun aku yang memaksamu menikahi Maria. Tapi rasa cemburuku ketika kau berada dalam kamar dengannya itu datang begitu saja. Inilah cinta. Tanpa rasa cemburu cinta tiada.”
“Aku takut sebenarnya aku tidak pantas dicintai siapa-siapa.”
“Tidak Fahri. Kalau seluruh dunia ini membencimu aku tetap akan setia mencintaimu.”
“Terima kasih atas segala ketulusanmu Aisha. Aku akan berusaha membalas cintamu dengan sebaik-baiknya. Aisha, sebentar lagi aku harus kembali ke penjara. Aku belum menjelaskan keadaanku pada Maria. Kaulah nanti yang pelan-pelan menjelaskan padanya semuanya. Kau jangan ragu, Maria sangat menghormatimu.”
Aku lalu masuk ke kamar menemui Tuan Boutros dan Madame Nahed. Aku mengingatkan keduanya waktuku telah habis. Mata Madame Nahed

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 294
menatapku dengan berkaca-kaca. Aku pamitan padanya dan mencium tangannya. Dia kini jadi ibuku. Maria kelihatannya heran dengan yang ia lihat. Tuan Boutros menjelaskan pada Maria bahwa diriku ada urusan penting sekali. Aku menatap wajah Maria dalam-dalam. Dia menantapku penuh sayang. Air mataku hendak keluar tapi kutahan sekuat tenaga.
“Tersenyumlah dulu sebelum pergi, Sayang.” lirih Maria. Aku tersenyum sebisanya. Maria tersenyum manis sekali. Aku jadi teringat Aisha. Dua wanita itu memiliki senyum yang sama manisnya.
“Nanti Aisha akan menungguimu dan banyak bercerita denganmu. Kau jangan terkejut jika ada hal-hal yang akan membuatmu terkejut. Aku pergi dulu. Jangan pernah kau lupakan sedetik pun Maria, bahwa aku sangat mencintaimu. Cintaku kepadamu seperti cintanya seorang penyembah kepada sesembahannya.”
Aku mengambil kata-kata yang ditulis Maria dalam agendanya. Maria sangat senang mendengarnya. Seorang isteri sangat suka dihadiahi kata-kata indah tanda cinta dan kasih sayang.
“Terima kasih Fahri, kau sungguh romantis dan menyenangkan.”
Aku melangkah keluar bersama Tuan Boutros untuk kembali ke penjara. Di luar aku memeluk Aisha erat-erat. Sesaat lamanya aku terisak dalam pelukannya. “Aisha, temani Maria dan ceritakan semua yang sedang aku alami dengan bijaksana padanya. Aku yakin kau mampu melaksanakannya. Semoga saat sidang nanti dia bisa memberikan kesaksiannya.”
“Insya Allah, aku akan melakukan tugasku dengan baik Suamiku. Jangan lupa nanti malam shalat tahajjud. Berdoalah kepada Allah untuk dirimu, diriku, anak kita, dan Maria. Di sepertiga malam Allah turun untuk mendengarkan doa hamba-hamba- Nya,” pesan Aisha.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 295
28. Sidang Penentuan
Sidang penentuan itu pun datang. Amru dan Magdi datang dengan wajah tenang. Syaikh Ahmad dan isterinya juga datang. Orang-orang Indonesia di Mesir banyak yang datang. Namun Maria, dan Aisha belum juga datang. Sudah dua puluh menit menunggu mereka belum juga kelihatan. Noura dan keluarganya beberapa kali memandangku dengan pandangan yang merendahkan. Apapun yang akan terjadi aku pasrah kepada Tuhan.
Akhirnya hakim memulai sidang. Sambil menunggu Maria datang, Amru mengajukan Syaikh Ahmad dan isterinya sebagai saksi. Mereka berdua tampil bergantian memberikan kesaksian. Ummu Aiman, isteri Syaikh Ahmad menangis saat memberikan kesaksiannya. Ia merasa sangat sakit hatinya atas apa yang dilakukan Noura. Sambil terisak dan sesekali menyeka matanya Ummu Aiman berkata, “Entah dengan siapa Noura melakukan perzinahan. Tapi jelas bukan dengan Fahri. Apa yang dikatakan Noura bahwa Fahri memperkosanya adalah fitnah yang sangat keji. Noura sungguh gadis yang tidak tahu diri. Ia telah ditolong tapi memfitnah orang yang dengan tulus hati menolongnya. Aku hanya bisa bersaksi bahwa selama Noura di Tafahna ia menceritakan kejadian malam itu dan tidak pernah menyebut bersama Fahri dari jam tiga sampai azan pertama. Ia bercerita malam itu ia bersama Maria sampai pagi. Jika pengadilan ini akhirnya memenangkan seorang pemfitnah maka kelak di hari kemudian seorang pemfitnah akan dibinasakan oleh keadilan Tuhan.”
Kulihat reaksi Noura. Dia hanya menundukkan kepala. Sementara ayah dan ibunya menatap Ummu Aiman tanpa kedip dengan tatapan garang dan kebencian. Jaksa penuntut mencerca Ummu Aiman dengan beberapa pertanyaan dan Ummu Aiman menjawabnya dengan tenang. Beberapa kali ia menjawab, ‘Tidak tahu!’
Ketika Ummu Aiman turun dari memberikan kesaksian, Maria datang. Ia duduk di atas kursi roda didorong oleh adiknya Yousef. Di iringi Aisha, Tuan Boutros, Madame Nahed, Paman Egbal, Bibi Sarah, dan seorang polisi berdasi yang gagah. Melihat Maria datang serta merta Syaikh Ahmad bertakbir diikuti oleh gemuruh takbir orang-orang Indonesia. Polisi berdasi langsung mendekati

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 296
Syaikh Ahmad berbincang sebentar lalu mendekati Amru. Dia tampak menyerahkan beberapa berkas. Amru melihat berkas itu sebentar lalu tersenyum padaku. Amru meminta kepada hakim untuk mendengarkan kesaksian Maria. Saksi kunci dalam kasus ini. Sebab dialah yang mengerti dengan pasti apa yang dilakukan Noura malam itu. Benarkah Noura berada di kamarku antara jam tiga sampai azan pertama ataukah justru Noura bersama Maria. Hakim mempersilakan Maria berbicara setelah disumpah akan memberikan kesaksian yang sejujur-jujurnya. Maria pun berbicara dengan suara agak lemah. Wajahnya tampak memerah karena emosi. Ia berusaha menahan emosinya. Mikrofon yang dipegangnya cukup membantu memperjelas suaranya.
“Pak Hakim dan seluruh yang hadir dalam sidang ini, saya berani bersaksi atas nama Tuhan Yang Maha Mengetahui bahwa Noura malam itu, sejak pukul dua malam sampai pagi berada di kamarku. Ia sama sekali tidak keluar dari kamarku. Ia selalu bersamaku. Jika dia mengatakan pukul tiga aku mengantarnya turun ke rumah Fahri itu bohong belaka. Dalam rentang waktu itu dia sama sekali tidak keluar dari rumahku. Jika Noura mengatakan pemerkosaan atas dirinya terjadi dalam rentang waktu itu sungguh tidak masuk akal. Bagaimana mungkin ada pemerkosaan waktu itu padahal dia berada di kamarku. Dan Fahri berada di kamarnya. Untuk membuktikan omongan saya ini, saya punya bukti nyata. Begini, kira-kira pukul tiga lebih sepuluh menit Noura menelpon ke salah satu temannya dengan telpon rumahku. Dia menelpon teman satu kelasnya bernama Khadija yang tinggal di Wadi Hof. Dia berbicara kira-kira sepuluh menit. Dan kami bawa bukti tercatat dari kantor telkom adanya percakapan itu. Bahkan rekaman pembicaraan Noura dengan Khadija juga ada. Kebetulan Khadija juga datang bersama kami. Dia bisa menjadi saksi. Dengan bukti kuat ini, aku berharap Bapak Hakim bisa mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Apa yang dikatakan Noura adalah fitnah belaka. Dia harus mendapatkan ganjaran atas tuduhan kejinya. Entah setan apa yang membuat Noura yang dulu jujur dan baik hati kini berubah menjadi tukang fitnah yang tidak memiliki nurani. Dia menyerahkan kegadisannya pada orang lain lalu menuduh Fahri yang melakukannya. Aku sangat menyesal menolong perempuan berhati busuk seperti dia. Demi Allah Yang Maha Mengetahui, aku tidak rela atas tuduhan yang

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 297
dilontarkan Noura kepada Fahri. Aku tidak rela. Jika sampai Fahri divonis salah maka Noura akan menjadi musuhku di hadapan Allah di akherat kelak..ugh.. ugh..ugh. .!” Maria batuk lalu jatuh tak sadarkan diri di kursi rodanya. Madame Nahed yang tahu akan hal itu langsung mengambil Maria dan menggeledeknya keluar ruangan bersama Yousef. Mungkin langsung membawanya kembali ke rumah sakit.
Setelah Maria, Khadija memberikan kesaksian memang benar pada malam itu sekitar jam tiga lebih Noura menelponnya dan menceritakan kisah sedihnya. Namun Noura minta agar tidak memberitahukan Bahadur bahwa dia menelponnya. Amru lalu memberikan selembar kertas dari kantor telkom Mesir berisi perincian pemanggilan dan penerimaan panggilan nomor telpon rumah Maria. Yang membuat heran adalah Amru membunyikan rekaman pembicaraan Noura-Khadija via telpon malam itu. Setelah itu Amru mengajukan kesaksian paling mengejutkan yaitu kesaksian lelaki ceking bernama Gamal yang pada saat pengadilan pertama menjadi saksi pihak Noura. Kini Gamal bersaksi kembali:
“Pak Hakim dan hadirin semuanya. Saya ingin memberikan kesaksian yang sejujurnya. Di tempat ini saya hendak berkata apa sebenarnya yang saya alami. Sebenarnya apa yang saya katakan pada pengadilan pertama tidak benar. Saya minta maaf atas kesaksian palsu saya. Saya khilaf. Dan pada kesempatan kali ini saya mengaku dengan sejujurnya saya tidak tahu menahu mengenai masalah ini. Saya tidak melihat nona Noura turun dan masuk rumah Fahri. Sebab malam itu saya tidur di rumah bersama isteri dan anak saya. Saya bukan seorang pemburu burung hantu. Itu semua rekayasa belaka. Terima kasih.”
Setelah mendengar semua kesaksian itu Amru berpidato dengan bahasa yang luar biasa kuatnya. Ia meyakinkan kepada siapa saja yang mendengarnya bahwa Noura seorang pemfitnah. Berkali-kali dengan bahasa yang kuat dan tajam dia menghabisi Noura. Kulihat Noura pucat dan meneteskan air mata. Selesai Amru bicara Noura angkat tangan dan minta kepada hakim untuk bicara. Hakim memberinya waktu lima menit. Noura berdiri dan menuju podium. Di sana dia berbicara dengan kepala menunduk sambil menangis terisak-isak:
“Pak Hakim dan hadirin sekalian. Selamanya kebenaran akan menang. Jika tidak di pengadilan dunia maka kelak di pengadilan akhirat. Selamanya

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 298
rekayasa manusia tiada artinya apa-apa dibanding kekuasaan Tuhan. Hadirin, jika ada gadis malang di dunia ini yang semalang-malangnya adalah diriku. Sejak kecil sampai beberapa bulan yang lalu aku diasuh oleh orang yang bukan orang tua kandungku. Waktu bayi aku tertukar di rumah sakit dengan bayi lain. Aku hidup dalam keluarga bermoral setan. Namun aku selalu tabah dan terus bertahan. Sampai akhirnya malam itu. Aku ingin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Malam itu sebelum aku diusir dan diseret si jahat Bahadur ke jalan terlebih dahulu aku diperkosanya… hiks..hiks. .!” Noura tersedu sesaat lamanya. Ruang pengadilan diselimuti keheningan berbalut kepiluan dan rasa kasihan.
“Aku merasa bisa menyembunyikan aib yang menimpaku. Aku kira tidak akan terjadi apa-apa denganku. Waktu terus berjalan sampai akhirnya Allah mempertemukan diriku dengan kedua orang tua kandungku lewat bantuan banyak orang termasuk, Fahri, Maria, Nurul, Syaikh Ahmad dan Ummu Aiman. Kedua orang tua kandungku adalah orang terpandang dan dari keluarga besar terhormat. Mereka menerima kedatanganku dengan penuh rasa bahagia luar biasa. Petaka itu datang kembali ketika perutku semakin membesar. Mereka menanyakan padaku siapa yang telah menghamiliku. Aku tak mau berterus terang bahwa Bahadur yang menghamiliku dengan memperkosa. Aku sudah sangat benci dengan dirinya. Akhirnya aku berbohong pada mereka yang menghamiliku adalah Fahri. Sebab aku sangat mencintai Fahri dengan harapan Fahri nanti mau menikahiku. Namun yang kulakukan ternyata tak lain adalah dosa besar yang sangat keji aku telah menghancurkan kehidupan orang yang kucintai dan di sisi lain aku telah membiarkan penjahat yang menghamiliku tertawa terbahak-bahak. Semua rekayasa yang telah diatur rapi juga diporak-porandakan oleh kekuasaan Allah Swt. Di sini, sebelum di akhirat nanti, aku akui dengan sejujurnya Fahri tidak bersalah. Dia bersih. Dan kepadanya dan kepada keluarganya serta siapa saja yang terzhalimi atas kebodohanku aku mohon maaf yang sebesar-besarnya. Aku memang ditakdirkan untuk hidup malang di dunia. Namun aku bertekad memperbaiki diri agar tidak malang di akhirat kelak.”
Atas dasar semua bukti yang ada dan pengakuan Noura akhirnya mau tidak mau Dewan Hakim memutuskan diriku tidak bersalah dan bebas dari dakwaan apa pun. Takbir dan hamdalah bergemuruh di ruang pengadilan itu

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 299
dilantunkan oleh semua orang yang membela dan bersimpati padaku. Seketika aku sujud syukur kepada Allah Swt. Aisya memelukku dengan tangis bahagia tiada terkira. Paman Eqbal dan bibi Sarah tak mampu membendung air matanya. Syaikh Ahmad dan Ummu Aiman juga sama. Nurul dan suaminya yaitu Mas Khalid datang memberi selamat dengan mata berkaca. Satu persatu orang-orang Indonesia yang di dalam ruangan itu memberi selamat dengan wajah haru. Amru memberi tahu bahwa Kolonel Ridha Shahata, sepupu Syaikh Ahmad yang memiliki posisi cukup penting di Badan Kemanan Negara juga punya andil dalam membantu mendapatkan bukti dari kantor telkom dan memaksa Gamal berkata jujur. Suatu bukti bahwa dunia belum kehilangan orang-orang yang baik dan cinta keadilan.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 300
29. Nyanyian dari Surga
Begitu divonis bebas, aku dibawa oleh Aisha ke rumah sakit Maadi untuk diperiksa. Penyiksaan dipenjara seringkali menyisakan cidera atau luka. Dokter mengatakan aku harus dirawat di rumah sakit beberapa hari untuk memulihkan kesehatan. Beberapa jari kakiku yang hancur harus ditangani serius. Ada gejala paru-paru basah yang kuderita. Aisha memesankan kamar kelas satu bersebelahan dengan kamar Maria. Teman-teman dari Indonesia banyak yang menjenguk, meskipun mereka sedang menghadapi ujian semester ganjil Al Azhar. Sementara musim dingin semakin menggigit.
Sudah tiga hari, sejak jatuh tak sadarkan diri saat memberikan kesaksian di pengadilan Maria belum juga siuman. Dokter mengatakan ada kelenjar syaraf di kepalanya yang tak kuat menahan emosi yang kuat mendera. Ada pembengkakan serius pada pembuluh darah otaknya karena tekanan darah yang naik drastis. Akibatnya dia koma. Untung pembuluh darah otaknya itu tidak pecah. Kalau pecah maka nyawanya bisa melayang.
Sekarang tidak hanya Madame Nadia dan keluarganya saja yang merasa bertanggung jawab menunggui Maria. Aisha merasa punya panggilan jiwa tak kalah kuatnya. Ia sangat setia menunggui diriku dan menunggui Maria. Ia bahkan sering tidur sambil duduk di samping Maria. Aisha menganggap Maria seperti adiknya sendiri. Beberapa kali aku memaksakan diri untuk bangkit dari tempat tidur dan menemani Aisha menunggui Maria.
Pada hari keempat sejak Maria tak sadarkan diri, tepatnya pada pukul sembilan pagi handphone Aisha berdering. Aisha mengangkatnya. Ia terkejut mendengar suara orang yang menelponnya. “Alicia? Di mana? Oh masya Allah, Subhanallah! Ya..ya…baik. Kalau begitu kau naik metro saja turun di Maadi. Aku jemput di dekat loket tiket sebelah barat. Okey? Wa ‘alaikumussalam wa rahmatullah.”
Aisha lalu tersenyum padaku dan berkata,
“Selamat untukmu Fahri, kau telah mendapatkan kenikmatan yang lebih agung dari terbitnya matahari. Alicia sudah menjadi muslimah sekarang. Apa yang kau lakukan sampai kau akhirnya jatuh sakit itu tidak sia-sia. Jawabanmu itu

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 301
mampu menjadi jembatan baginya menemukan cahaya Tuhan. Dia ingin menemuimu. Kira-kira pukul setengah sepuluh dia akan sampai di Mahattah Maadi.”
Aku merasakan keagungan Tuhan di seluruh jiwa. Aku merasa Dia tiada pernah meninggalkan diriku dalam segala cuaca dan keadaan.
PadaMu
Kutitipkan secuil asa
Kau berikan selaksa bahagia
PadaMu
Kuharapkan setetes embun cinta
Kau limpahkan samudera cinta
Aisha menengok kamar Maria, tak lama ia kembali lagi dan berkata, “Dia belum juga sadar. Hanya detak jantungnya yang masih terus bekerja dan hembusan nafasnya yang masih mengalir menunjukkan dia masih hidup. Sungguh aku tak tega melihat dia terbaring begitu lemah tiada berdaya. Seringkali ada lelehan air mata di sudut matanya. Entah apa yang dialaminya di alam tak sadarnya.”
Aisha melihat jam. “Sayang, aku keluar sebentar ya menjemput Alicia.”
“Ya, tapi jangan cerita tentang penjara.” Lirihku. Aisha menganggukkan kepalanya lalu beranjak keluar.
Seperempat jam kemudian Aisha datang bersama Alicia. Aku nyaris tidak percaya bahwa sosok yang datang bersamannya adalah Alicia. Sangat kontras dengan penampilannya waktu pertama kali bertemu di dalam metro dulu. Dulu pakaiannya ketat mempertontonkan aurat. Sekarang dia memakai jilbab, pakaiannya sangat anggun dan rapat menutup aurat. Tak jauh berbeda dengan Aisha.
“Aku datang kemari sengaja untuk menemuimu, Fahri. Untuk mengucapkan terima kasih tiada terkira padamu. Karena berjumpa denganmulah aku menemukan kebenaran dan kesejukan yang aku cari-cari selama ini.” Kata Alicia, mata birunya berbinar bahagia. Alicia lalu mengisahkan pergolakan batinnya sampai akhirnya masuk Islam dua bulan yang lalu.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 302
“Selain itu aku membawa ini.” Alicia membuka tas hitamnya yang agak besar. Ia mengeluarkan dua buah buku dan menyerahkan padaku. Aku terkejut membaca tulisan yang ada di sampulnya. Namaku tertulis di sana.
“Jawabanmu tentang masalah perempuan dalam Islam jadi buku itu. Dan terjemahan Maria jadi yang ini. Semuanya diterbitkan oleh Islamic Centre di New York. Tiap buku baru dicetak 25 ribu exemplar. Dr. Salman Abdul Adhim direktur penerbitannya meminta nomor rekeningmu, Maria dan Syaikh Ahmad untuk tranfer honorariumnya. Kau boleh bangga sekarang dua buku itu sedang dicetak lagi karena satu bulan diluncurkan langsung habis.” Cerita yang dibawa Alicia benar-benar menghapus semua duka yang pernah kurasa. Sangat mudah bagi Tuhan untuk menghapus duka dan kesedihan hamba-Nya.
“Kau tidak ingin menemui Maria?” tanyaku.
“Ingin.”
“Aisha, antarkan Alicia melihat Maria.”
Aisha menggamit tangan Alicia ke kamar sebelah di mana Maria terbaring lemah. Aku tidak tahu seperti apa reaksi Alicia bertemu Maria dalam keadaan seperti itu. Sambil berbaring aku memperhatikan dengan seksama dua buku yang diberikan Alicia itu. Buku pertama, Women in Islam. Sebuah buku kecil. Tebalnya cuma 65 halaman. Namaku terpampang sebagai pengarangnya. Aku jadi malu pada diri sendiri, aku hanya menulis ulang dan merapikan pelbagai macam bahan untuk menjawab pertanyaan-pertanya an seputar perempuan dalam Islam. Bukan menulis suatu yang baru. Di dalamnya kulihat editornya dua orang: Alicia Brown dan Syaikh Ahmad Taqiyuddin. Di halaman terakhir buku itu ada biodataku secara singkat. Lalu buku kedua berjudul, Why Does the West Fear Islam? ditulis Prof Dr. Abdul Wadud Shalabi. Aku dan Maria tercantum sebagai penerjemah. Editornya sama.
Setengah jam kemudian Alicia kembali bersama Aisha.
“Semoga isteri keduamu itu cepat sembuh. Selamat atas pernikahan kalian. Semoga dirahmati Tuhan. Oh ya aku ada pesan dari Dr. Salman Abdul Adhim, kau akan diundang untuk memberikan cemarah di beberapa Islamic Centre di Amerika sekalian mendiskusikan apa yang telah kau tulis. Tiket, surat undangan dan jadwal kegiatannya ada di hotel, tidak terbawa,” kata Alicia.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 303
“Waktunya kapan?” Aisha menanggapi.
“Bulan depan. Selama sepuluh hari.”
“Semoga dia benar-benar sudah sembuh.”
“Semoga.”
Setelah itu Alicia minta diri dan berjanji akan datang lagi keesokan hari untuk menyerahkan tiket dan semua berkas yang akan digunakan untuk mempermudah mengurusi visa masuk ke Amerika.
“Begitu banyak perubahan silih berganti yang kita alami,” kata Aisha setelah Alicia pergi.
* * *
Tengah malam, Aisha membangunkan diriku. Kusibak selimut tebal. Kaca jendela tampak basah. Musim dingin mulai merambat menuju puncaknya. Aisha melindungi tubuhnya dengan sweater. Untung penghangat ruangan kamar kelas satu berfungsi baik. Tapi kaca jendela tetap tampak basah. Berarti di luar sana udara benar-benar dingin. Mungkin telah mencapai 8 derajat. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa dinginnya kutub utara yang puluhan derajat di bawah nol. Suasana malam senyap dan beku.
“Fahri, ayo lihatlah Maria, dia mengigau aneh sekali..aku belum pernah melihat orang mengigau seperti itu.” Kata Aisha pelan.
Aku mengikuti ajakan Aisha untuk melihat keadaan Maria. Tak ada siapa-siapa di kamar Maria saat kami masuk. Kecuali Madame Nadia, yang pulas di sofa tak jauh dari ranjang Maria. Ibu kandung Maria itu kelihatannya kelelahan. Kami melangkah pelan mendekati Maria. Dan aku mengenal apa yang diigaukan oleh Maria. Aku pasang telinga lekat-lekat dan memperhatikan dengan seksama. Subhanallah, Maha Suci Allah! Yang terucap lirih dari mulut Maria, tak lain dan tak bukan adalah ayat-ayat suci dalam surat Maryam. Ia memang hafal surat itu. Aku tak kuat menahan haru.
“Sepertinya yang keluar dari bibirnya itu ayat-ayat suci Al-Qur’an? Bagaimana bisa terjadi, Fahri?” Heran Aisha.
“Kita dengarkan saja baik-baik. Nanti aku jelaskan padamu. Banyak hal yang belum kau ketahui tentang Maria.” Jawabku pelan.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 304
Kami pun menyimak igauan Maria baik-baik. Mendengarkan apa yang diucapkan oleh Maria dalam alam tidak sadarnya. Pelan. Urut. Indah dan lancar. Tak ada yang salah. Meskipun tajwidnya masih belum lurus benar. Maria melantunkan ayat-ayat yang mengisahkan penderitaan Maryam setelah melahirkan nabi Isa. Maryam dituduh melakukan perbuatan mungkar. Allah menurunkan mukjizat-Nya, Isa yang masih bayi bisa berbicara.
Fa atat bihi qaumaha tahmiluh,
qaalu yaa Maryamu laqad ji’ta syaian fariyya.
Ya ukhta Haaruna maa kaana abuuki imra ata sauin
wa maa kaanat ummuki baghiyya.
Fa asyaarat ilaih, qaalu kaifa nukallimu man kaanat fil mahdi shabiyya.
Qaala inni abdullah aataniyal kitaaba wa ja’alani nabiyya.
Wa ja’alani mubaarakan ainama kuntu
wa aushaani bish shalati waz zakaati maa dumtu hayya.
(Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata, ‘Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.
Hai saudara perempuan Harun ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.
Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, ‘Bagaimana kami akan berbicara pada anak kecil yang masih dalam ayunan?’
Isa berkata, ‘Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab dan dia menjadikan aku seorang nabi.
Dan dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan dia memerintahkan kepadaku mendirikan shalat menunaikah zakat selama aku hidup)115
Seorang malaikat pun jika mendengar apa yang dilantunkan Maria dalam alam bawah sadarnya itu akan luluh jiwanya, bergetar hatinya, dan meneteskan air mata. Maria sedang mengeluarkan apa yang bercokol kuat dalam memorinya. Dan
115 QS. Maryam: 27-31.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 305
itu adalah ayat-ayat suci yang menyejukkan. Maria terus melantunkan apa yang dihafalnya ayat demi ayat. Air mataku menetes setetes demi setetes. Cahaya keagungan Tuhan berkilat-kilat dalam diri semakin lama semakin benderang. Bibir Maria terus bergetar. Aku bertanya dalam diri, siapa sebenarnya yang menggerakkan bibirnya? Dia sedang tak sadar apa-apa. Ia sampai pada akhir surat Maryam. Namun bibirnya tidak juga berhenti bergetar, terus melanjutkan surat setelahnya. Surat Thaaha. Subhanallah!
Thaaha.
Maa anzalna ‘alaikal Qur’aana li tasyqa
Illa tadzkiratan liman yakhsya
( Thaaha.
Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu
agar kamu jadi susah
Tetapi sebagai tadzkirah
bagi orang yang takut kepada Allah
)116
Aku jadi tidak mengerti sebenarnya berapa surat. Berapa juz yang telah dihafal Maria. Dulu saat pertama kali dia menyapa di dalam metro dia mengatakan hanya hafal surat Al Maidah dan Maryam saja. Sekarang dia membaca surat Thaaha. Aku benar-benar terkesima dibuatnya. Masih banyak rahasia dalam dirinya yang tidak aku ketahui. Aku jadi tidak tahu pasti keyakinan dalam hatinya. Dengan air mata terus mengalir di sudut matanya yang terpejam ia melantunkan ayat-ayat suci itu seperti sedang asyik bernyanyi dalam mimpi. Malam yang dingin terasa hangat oleh aura getar bibir Maria. Ia mengajak pendengarnya berada di Mesir pada masa nabi Musa melawan Fir’aun. Ia terus bernyanyi, seperti bidadari menyanyikan lagu surga.
Innama ilaahukumullah al ladzi laa ilaha illa huwa
wasia kulla syai in ilma
Kadzalika naqushu ‘alaika anbai ma sabaq
wa qad aatainaaka min ladunna dzikra
116 QS. Thaaha: 1-3.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 306
(Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah,
yang tiada tuhan selain Dia, pengetahuannya
meliputi segala sesuatu.
Demikianlah kami kisahkan kepadamu
sebagian kisah umat yang telah lalu,
dan sesungguhnya telah kami berikan kepadamu
dari sisi Kami suatu peringatan
)117
Sampai ayat ini bibir Maria berhenti bergetar. Lelehan air matanya semakin deras. Namun ia tidak juga membuka mata. Entah apa yang ia rasa. Aku hanya bisa ikut melelehkan air mata. Berdoa. Dan memegang erat tangannya. Sesaat lamanya keheningan tercipta. Tiba-tiba bibirnya bergerak dan mendendangkan zikir dengan nada aneh:
Allah. Allah. Allah.
Aku ingin Allah.
Allah. Allah. Allah.
Aku rindu Allah.
Allah. Allah. Allah.
Aku cinta Allah.
Allah. Allah. Allah
Allah.
Allah.
Allah.
Allah.
Allah.
Allah. Allah. Allah.
CahayaMu Allah.
Allah. Allah. Allah.
SenyumMu Allah.
Allah. Allah. Allah.
BelaianMu Allah.
117 QS. Thaaha: 98-99

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 307
Allah. Allah. Allah.
CiumanMu Allah.
Allah. Allah. Allah.
CintaMu Allah.
Allah.
Surgamu Allah.
Allah.
Surgamu Allah.
Allah.
Surgamu Allah.
Surgamu Allah.
Surgamu Allah.
Surgamu Allah.
Allah. Allah.Allah.
Allah.
Allah.
Allah.
Semakin lama volume suaranya semakin mengecil. Lalu hilang. Hatiku berdesir ketika melihat bulu matanya yang lentik bergerak-gerak. Perlahan ia mengerjap. Allah. Allah. Allah. Sembari bibirnya berzikir matanya tampak mulai terbuka perlahan. Dan akhirnya benar-benar terbuka. Subhanallah!
“Maria!” sapaku pelan.
“Fa..Fahri?” suaranya sangat lirih nyaris tiada terdengar.
“Ya. Apa yang kau rasakan sekarang, Sayang? Apanya yang sakit?”
“Tolonglah aku? Aku sedih sekali.”
“Kenapa sedih?”
“Aku sedih tak diizinkan masuk surga!”
Jawaban Maria membuat aku dan Aisha kaget bukan main. Dari mana dia tiba-tiba dapat kekuatan untuk berkata sejelas itu? Apakah dia akan mati? Tanyaku dalam hati. Dan cepat-cepat aku membuang pertanyaan tidak baik itu. Tapi kenapa dia berulang-ulang menyebut-nyebut surga.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 308
“Aku telah sampai di depan pintu surga, tetapi aku tidak boleh masuk!” ulangnya.
“Kenapa?”
“Katanya aku tidak termasuk golongan mereka. Pintu-pintu itu tertutup bagiku. Aku terlunta-lunta. Aku menangis sejadi-jadinya.”
“Aku sungguh tak mengerti dengan apa yang kau alami, Maria. Tapi bagaimana mulanya kau bisa sampai di sana?”
“Aku tidak tahu awal mulanya bagaimana. Tiba-tiba saja aku berada dalam alam yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Dari kejauhan aku melihat istana megah hijau bersinar-sinar. Aku datang ke sana. Aku belum pernah melihat bangunan istana yang luasnya tiada terkira, dan indahnya tiada pernah terpikir dalam benak manusia. Luar biasa indahnya. Ia memiliki banyak pintu. Dari jarak sangat jauh aku telah mencium wanginya. Aku melihat banyak sekali manusia berpakaian indah satu persatu masuk ke dalamnya lewat sebuah pintu yang tiada terbayangkan indahnya. Kepada mereka aku bertanya, “Istana yang luar biasa indahnya ini apa?” Mereka menjawab, “Ini surga!” Hatiku bergetar. Dari pintu yang terbuka itu aku bisa sedikit melihat apa yang ada di dalamnya. Sangat menakjubkan. Tak ada kata-kata yang bisa menggambarkan. Tak ada pikiran yang mampu melukiskan. Aku sangat tertarik maka aku ikut barisan orang-orang yang satu persatu masuk ke dalamnya. Ketika kaki mau melangkah masuk seorang penjaga dengan senyum yang menawan berkata padaku, “Maaf, Anda tidak boleh lewat pintu ini. Ini namanya Babur Rayyan. Pintu khusus untuk orang-orang yang berpuasa.118 Anda tidak termasuk golongan mereka!” Aku sangat kecewa. Aku lalu berjalan ke sisi lain. Di sana ada pintu yang juga sedang penuh dimasuki anak manusia berpakaian indah. Aku mau ikut masuk. Seorang penjaga yang ramah berkata, “Maaf, Anda tidak boleh lewat pintu ini. Ini Babush Shalat. Pintu khusus untuk orang-orang shalat. Dan Anda tidak termasuk golongan mereka!” Aku sangat sedih. Hatiku kecewa luar biasa. Aku melihat di kejauhan masih ada pintu. Aku berjalan ke sana dengan harapan bisa masuk lewat pintu itu. Namun ketika hendak masuk seorang penjaga yang wajahnya bercahaya berkata, “Maaf, Anda
118 Imam Syamsuddin Al-Qurthubi (w. 671 H.) dalam kitabnya At Tadzkirah banyak menjelaskan tentang deskripsi surga sesuai dengan yang dijelaskan dalam hadits-hadits nabi, termasuk jumlah pintu surga dan nama-namanya.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 309
tidak boleh masuk lewat sini. Ini Babuz Zakat. Pintu khusus untuk orang-orang yang menunaikan zakat. Ada banyak pintu. Dan setiap kali aku hendak masuk selalu dicegah penjaganya. Sampai di pintu terakhir namanya Babut Taubah. Aku juga tidak boleh masuk. Karena itu khusus untuk orang-orang yang taubatnya diterima Allah. Dan aku tidak termasuk mereka. Aku kembali ke pintu-pintu sebelumnya. Semuanya tertutup rapat. Orang-orang sudah masuk semua. Hanya aku sendirian di luar. Aku menggedor-gedor pintu bernama Babur Rahmah. Tak ada yang membuka. Aku hanya mendengar suara, “Jika kau memang penghuni surga kau tidak perlu mengetuknya karena kau pasti punya kuncinya. Bukalah pintu-pintu itu dengan kunci surga yang kau miliki!” Aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak memiliki kuncinya. Aku berjalan dari pintu satu ke pintu yang lain dengan air mata menetes di sepanjang jalan. Aku putus asa. Aku tergugu di depan Babur Rahmah. Aku mengharu biru pada Tuhan. Aku ingin menarik belas kasihNya dengan membaca ayat-ayat sucinya. Yang kuhafal adalah surat Maryam yang tertera di dalam Al-Qur’an. Dengan mengharu biru aku membacanya penuh penghayatan. Selesai membaca surat Maryam aku lanjutkan surat Thaha. Sampai ayat sembilan puluh sembilan aku berhenti karena Babur Rahmah terbuka perlahan. Seorang perempuan yang luar biasa anggun dan sucinya keluar mendekatiku dan berkata,
“Aku Maryam. Yang baru saja kau sebut dalam ayat-ayat suci yang kau baca. Aku diutus oleh Allah untuk menemuimu. Dia mendengar haru biru tangismu. Apa maumu?”
“Aku ingin masuk surga. Bolehkah?”
“Boleh. Surga memang diperuntukkan bagi semua hamba-Nya. Tapi kau harus tahu kuncinya?”
“Apa itu kuncinya?”
“Nabi pilihan Muhammad telah mengajarkannya berulang-ulang. Apakah kau tidak mengetahuinya?”
“Aku tidak mengikuti ajarannya.”
“Itulah salahmu.”
“Kau tidak akan mendapatkan kunci itu selama kau tidak mau tunduk penuh ikhlas mengikuti ajaran Nabi yang paling dikasihi Allah ini. Aku

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 310
sebenarnya datang untuk memberitahukan kepadamu kunci masuk surga. Tapi karena kau sudah menjaga jarak dengan Muhammad maka aku tidak diperkenankan untuk memberitahukan padamu.”
Bunda Maryam lalu membalikkan badan dan hendak pergi. Aku langsung menubruknya dan bersimpuh dikakinya. Aku menangis tersedu-sedu. Memohon agar diberitahu kunci surga itu. “Aku hidup untuk mencari kerelaan Tuhan. Aku ingin masuk surga hidup bersama orang-orang yang beruntung. Aku akan melakukan apa saja, asal masuk surga. Bunda Maryam tolonglah berilah aku kunci itu. Aku tidak mau merugi selama-lamanya.” Aku terus menangis sambil menyebut-nyebut nama Allah. Akhirnya hati Bunda Maryam luluh. Dia duduk dan mengelus kepalaku dengan penuh kasih sayang,
“Maria dengarkan baik-baik! Nabi Muhammad Saw. telah mengajarkan kunci masuk surga. Dia bersabda, ‘Barangsiapa berwudhu dengan baik, kemudian mengucapkan: Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh (Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya) maka akan dibukakan delapan pintu surga untuknya dan dia boleh masuk yang mana ia suka!’ 119 Jika kau ingin masuk surga lakukanlah apa yang diajarkan olah Nabi pilihan Allah itu. Dia nabi yang tidak pernah bohong, dia nabi yang semua ucapannya benar. Itulah kunci surga! Dan ingat Maria, kau harus melakukannya dengan penuh keimanan dalam hati, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Tanpa keimanan itu, yang kau lakukan sia-sia. Sekarang pergilah untuk berwudhu. Dan cepat kembali kemari, aku akan menunggumu di sini. Kita nanti masuk bersama. Aku akan membawamu ke surga Firdaus!”
Setelah mendengar nasihat dari Bunda Maryam, aku lalu pergi mencari air untuk wudhu. Aku berjalan ke sana kemari namun tidak juga menemukan air. Aku terus menyebut nama Allah. Akhirnya aku terbangun dengan hati sedih. Aku ingin masuk surga. Aku ingin masuk surga. Aku ingin ke sana, Bunda Maryam menungguku di Babur Rahmah. Itulah kejadian atau mimpi yang aku alami. Oh Fahri suamiku, maukah kau menolongku?”
“Apa yang bisa aku lakukan untukmu, Maria?”
119 Hadits riwayat Imam Muslim.

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 311
“Bantulah aku berwudhu. Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk ke dalam sukma. Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji akan mempersiapkan segalanya dan menunggumu untuk bercinta. Memadu kasih dalam cahaya kesucian dan kerelaan Tuhan selama-lamanya. Suamiku, bantu aku berwudhu sekarang juga!”
Aku menuruti keinginan Maria. Dengan sekuat tenaga aku membopong Maria yang kurus kering ke kamar mandi. Aisha membantu membawakan tiang infus. Dengan tetap kubopong, Maria diwudhui oleh Aisha. Setelah selesai, Maria kembali kubaringkan di atas kasur seperti semula. Dia menatapku dengan sorot mata bercahaya. Bibirnya tersenyum lebih indah dari biasanya. Lalu dengan suara lirih yang keluar dari relung jiwa ia berkata:
Asyhadu an laa ilaaha illallah
wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh!
Ia tetap tersenyum. Menatapku tiada berkedip. Perlahan pandangan matanya meredup. Tak lama kemudian kedua matanya yang bening itu tertutup rapat. Kuperiksa nafasnya telah tiada. Nadinya tiada lagi denyutnya. Dan jantungnya telah berhenti berdetak. Aku tak kuasa menahan derasnya lelehan air mata. Aisha juga. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun!
Maria menghadap Tuhan dengan menyungging senyum di bibir. Wajahnya bersih seakan diselimuti cahaya. Kata-kata yang tadi diucapkannya dengan bibir bergetar itu kembali terngiang-ngiang ditelinga:
“Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk ke dalam sukma. Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji akan mempersiapkan segalanya dan menunggumu untuk bercinta. Memadu kasih dalam cahaya kesucian dan kerelaan Tuhan selama-lamanya.”
Sambil terisak Aisha melantunkan ayat:
Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah
irji’ii ilaa Rabbiki
raadhiyatan mardhiyyah
Fadkhulii fii ‘ibaadii
wadkhulii jannatii

AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 312
(Hai jiwa yang tenang
Kembalilah kamu kepada Tuhanmu
dengan hati puas lagi diridhai
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu
Maka masuklah ke dalam surga-Ku.120
)
Saat itu Madame Nahed, terbangun dari tidurnya dan bertanya sambil mengucek kedua matanya, “Kenapa kalian menangis?”
Kaca jendela mengembun. Musim dingin sedang menuju puncaknya. O, apakah di surga sana ada musim dingin? Ataukah malah musim semi selamanya? Ataukah musim-musim di sana tidak seperti musim yang ada di dunia?
Selesai, Rabu 8 Oktober 2003
Pukul 01: 03 dini hari.
Bangetayu Wetan, Semarang
120 QS. Al-Fajr: 27-30

21 Maret 2008 - Posted by | Uncategorized

6 Komentar »

  1. niat banget, sih…..posting ayat-ayat cinta….
    kenapa gak dibikin ringkas (disatuin jd e-book dlm bentuk .chm aja) . kan lebih gampang downloadnya !!!
    btw udah ijin sama pengarangnya belum???
    jangan2 udah nyebarin novel (bajakan), eh nyebarin film bajakan juga….
    huhuhu…jangan marah!!!(cuma bcanda, koq)

    yupz….kalo ada yang KEtika cinta bertasbih nomor 2 jg diposting.
    jzk….

    btw aq satu kos dengan mb nura maya, kenal kan???

    Komentar oleh qolbi | 27 Maret 2008

  2. yeah…..biar dibaca mbak qolbi….

    Komentar oleh yuari | 27 Maret 2008

  3. Wah ho’o, mas ari ki niat banget tooo. Kan bisa diringkas jadi satu file yg nanti bisa didownload to mas? 🙂

    Komentar oleh YoHang 07 | 27 Maret 2008

  4. suatu malam saya dapat sms: “smg nura tdk tereuforiai film ayat2 cinta spt aktivis yg lain”, dengan sedikit berkerut… kok bs begitu? permasalahan selera itu sangat dibentuk oleh karakter, dan sejauh ini…apakah saya hrs memaksakan diri menyukai hal yg tak ku sukai sebelumnya? eh..ternyata…ada yg juga terkena imbasnya, “tereuforia”.. atau mmg sblmnya suka? sy gak ngerti..antm sendiri yg jawab ya ye….

    Komentar oleh nuramaya | 3 April 2008

  5. kalo membaca novelnya mata saya memang berkaca-kaca…….
    ada yang membuatnya berbeda dengan novel lainnya…..euforia…tidak juga……saya harus jujur mengakui novel ini memang fenomenal…..begitu banyak nilai yang diberikan…….tau ndak……rekan satu angkatan saya ada yang masuk islam gara-gara membaca novel ini……..yang sebelumnya ia beragama non-I
    …….ketika saya dengar novel ini akan difilmkan….saya pun meniatkanya untuk menonton di bioskop……walaupun sebelumnya saya sudah menonton bajakannya…..tapi memang beda ketika kita nonton dibioskop dengan bajakannya……….

    nek mbak nura belum baca saya sarankan untuk baca deh……nek sempet lho…..novelnya lebih menggugah daripada filmnya…….

    🙂

    Komentar oleh yuari | 4 April 2008

  6. Klo di diskusikan emang panjang…………… terlebih, jika mengingat masing2 akan kepentingannya terhadap eksistensi.mmmm….. mana ada sih manusia yg sempurna? tp..gak apa deh… memotivasi kaum Adam, untuk bersemangat hidup seribu tahun lagiiiii………….. toh..nyatanya ada profil hebat walaupun hanya rekaan Habiburrahman dan qt mmg hrs mengakui beliau sangat luas ilmunya dan ma’rifatul medan ttg mesirnya ok’s. ini sebuah pelajaran bagi calon penulis yang ingin karyanya fenomenal… Btw, khazanah negri qt msh banyak yg hrs di gali loh… buat bahan tulisan… ayo ye..fastabikhul khoirot…. 🙂

    Komentar oleh nuramaya | 6 April 2008


Tinggalkan komentar