Yuari_Official Website

Ayo kawan, berbagi untuk negeri… ^_^

Tarbiyah ; Akhir Dari Perjalanan Pergerakan

cimg0070.jpgSetiap umat ada ajalnya. Al Quran yang mulia telah menceritakan
umat-umat terdahulu yang dibinasakan Allah Azza wa Jalla , lantaran
sikap mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah, melakukan
penyimpangan, menghalalkan segala cara, dan perlawanan terhadap
da’wah para Rasul yang mulia. Jika ada yang mengatakan, tidak
sepantasnya kaum para pembangkang dianalogikan dengan kaum
pergerakan Islam. Jawabannya adalah sunatullah kehidupan berlaku
bagi siapa saja. Sunatullah tidak pernah memilih kepada siapa dirinya
diberlakukan. Ia akan terjadi jika syarat-syaratnya terpenuhi. Ia akan
terjadi dan akan lebih cepat terjadi, jika manusia itu sendiri yang
mengoleksi dan mengumpulkan segala sebab-sebabnya. Tak ada
jaminan dari siapa pun, bahwa sebuah pergerakan Islam akan abadi.

(Kaum) Tsamud telah mendustakan (rasulnya) karena mereka melampaui
batas, ketika bangkit orang ya paling celaka di antara mereka, lalu Rasul
Allah (Saleh) berkata kepada mereka: (“Biarkanlah) unta betina Allah dan
minumannya.” Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu,
maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka,
lalu Allah menyama-ratakan mereka (dengan tanah), da Allah tidak takut
terhadap akibat tindakan-Nya itu. (QS.AsySyams: 11-15)

Kesalahan, pembangkangan, penyimpangan, dan sikap mendustakan
ayat-ayat Allah Azza wa Jalla, bukan hanya monopoli kaum Tsamud,
atau ‘Ad, atau kaum yang telah Allah binasakan lainnya. Selaku
manusia, para aktifis Islam yang sejatinya erat dengan nilai Islam,
pemikiran Islam, dan solusi Islami, justru di tangan merekalah da’wah itu
roboh. Karena mereka melakukan penyimpangan yang pernah dilakukan
oleh umat-umat yang dibinasakan, yang beda hanya penamaan dan
pembahasa-an, adapun bentuk, dampak, dan tujuannya sama. (
Mukhtalifah al Asma wal lughah Muttahidah al Asykal wal Aghrad )

Beberapa Contoh Dalam scoup individu, contoh pribadi-pribad yang
telah berakhir di jalan da’wah telah banyak. Mulai dari tokoh besar,
hingga kawan kita sendiri. Mulai zaman dulu sampai saat ini, bahkan
akan datang. Washil bin ‘Atha dan Amr bin ‘Ubaid, dahulu mereka adalah
Ahlus Sunnah, namun lenyap dari barisan Ahlus Sunnah lantaran
penyimpangan pemikirannya.

Abad ini, ada Jamal Abdul Nashir yang lenyap dari jalan da’wah, lantaran
syahwat kekuasaannya. Bahkan ia berbalik memusuhi da’wah dengan
serangan yang melebihi perbuatan orang kafir. Masih banyak contoh
lainnnya. Mereka telah “berakhir” sebelum ajal biologisnya tiba.

Dalam scoup komunitas, kita memiliki contoh yang tidak jauh dari
perjalanan sejarah bangsa ini, Masyumi. Berakhirnya kisah Masyumi,
bukan hanya karena dibubarkan oleh Soekarno. Tetapi, ada sebab
rasional lainnya yang menunjukkan bahw sunatullah tetap berlaku bagi
siapa saja, walau ia gerakan da’wah.

Masyumi telah melupakan nukbawiyah (pengkaderan) dengan arti
sesungguhnya. Kader yang mampu melanjutkan perjuangan pendahulu
dan ideolognya. Walau orang-orangnya ada, namun ia telah hampa.
Bahkan ketika Masyumi dibubarkan, tokoh besarnya yakni Muhammad
Natsir Allahu Yarham masih hidup hingga beberapa dekade pasca
pembubaran Masyumi. Selain itu Masyumi juga gagal dalam meredam
konflik internal, antara kaum tradisionalis dan modernis. Hingga akhirnya
Nahdhatul Ulama memutuskan keluar dari Masyumi, yang diakui cukup
melemahkan langkah perjuangan mereka.

Saat ini, kebesaran Masyumi mirip kegagahan Dinosaurus yang punah,
yang kerap kita kisahkan ke anak-anak kita. Mereka penasaran dengan
Dinosaurus, ingin melihat dekat, tetapi yang ada hanya fosilnya saja, itu
pun tidak utuh, atau di museum. Ada pula kelompok umat Islam yang
ingin mengembalikan romantisme kejayaan Masyumi, tapi mereka sudah
gagal sebelum berjalan. Masing-masing kelompok mengaku pewaris sah
Masyumi. Akhirnya, kita benar-benar melihat bahwa Masyumi telah
menjadi fi’il madhi yang tidak mungkin menjadi fi’il mudhari.

Inilah Sebab-Sebab Itu Ada beberapa sebab dari sekian banyak sebab
berakhirnya perjalanan da’wah sebuah pergerakan Islam. Sebab-sebab
ini, jika memang ada pada komunitas da’wah, maka sudah sepantasnya
dicari solusi yang tepat, jitu, dan cepat, bahkan harus lebih cepat dari
menjalarnya sebab-sebab tersebut.

Kadang harus tegas, kalau memang itu diperlukan, ini jika memang kita
lebih memilih kelanggengan jamaah dibanding berbasa-basi dengan
masalah dan problem maker -nya. Kita tidak meragukan keshalihan dan
kealimannya, tetapi jamaah punya fatsun (tata krama) aturan main yang
tidak boleh dilanggar oleh siapa pun.

Dihadapan itu, semua anggota jamaah dan pimpinannya adalah sama,
tak ada orang kuat, anak emas, atau putra mahkota. Sebab, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri yang akan memotong tangan
Fathimah, jika puterinya itu mencuri.

Dahulu, Ustadz Hasan al Hudaibi Rahimahullah mengusulkan kepada
Hai’ahTa’sisiyah untuk memecat lima anggotanya dan mengeluarkan
keputusan tersebut. Lalu, Syaikh Hasan al Hudaibi berkata:
Sesungguhnya mereka dipecat bukan karena cacatnya pemahaman
agama mereka. Bisa jadi mereka lebih baik dari kita. Tetapi jamaah
punya aturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Mereka menentang
keputusan ini, tetapi barisan akhirnya kembali stabil.

Syaikh Ahmad Hasan al Baquri menerima jabatan menteri dari Jamal
Abdul Nashir tanpa izin Ustadz Al Hudaibi, lalu Ustadz Al Hudaibi
bertanya :

Mursyid : Apa tindakan Anda?

Al Baquri : Saya mengundurkan diri dari Maktab al Irsyad.

Mursyid : Lalu apa lagi?

Al Baquri : Saya mengundurkan diri dari Hai’ah Ta’sisiyah .

Mursyid : Lalu apa lagi?

Al Baquri : Saya mengundurkan diri dari Ikhwanul Muslimin.

Mursyid : itulah solusinya.

Kemudian Ustadz Hasan al Hudaibi mengunjunginya dikementrian waqaf
dan mengucapkan selamat kepadanya.

Benarlah Abu Tamam ketika dia berkata: Pedang lebih pandai membawa
berita daripada buku-buku Ketajamannya membedakan kesungguhan
dan main-main

1. Timbulnya Perselisihan dan Perpecahan Pada Jajaran Pimpinan

Inilah sebab pertama dan paling membahayakan. Potensi berselisih dan
bahaya laten berpecah pasti ada pada setiap perkumpulan manusia.
Sebab, mereka adalah kumpulan dari berbagai suku, latar belakang
hidup, budaya, pemikiran, keinginan, bahkan motivasi, ditambah lagi
emosi dan hawa nafsu. Tak ada satu pun yang selamat dari bahaya
laten ini, dan sejarah umat ini telah berkali-kali melewatinya, begitu pula
dalam perjalanan dan pasang surut gerakan Islam. Padahal mereka
tahu, persaudaraan adalah saudara bagi keimanan, dan perpecahan
adalah saudara bagi kekufuran.

Bahaya lebih besar, jika yang mengalami perpecahan adalah jajaran
pimpinannya. Pasca wafatnya H.O.S Cokro Aminoto, SDI (Syarikat
Dagang Islam) yang pada masa beliau dua kali ganti nama menjadi SI
(Syarikat Islam) dan PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia ) tak ada lagi
tokoh bisa menyatukan PSII. Tak ada yang mampu meredam konflik, tak
ada yang se-berwibawa H.O.S Cokro Aminoto, karena tak ada kaderisasi.
Akhirnya, terpecahlah menjadi SI putih dan SI merah, yang belakangan
menjadi bibit lahirnya PKI (Partai Komunis Indonesia ).

Sungguh, tidak sama dahsyatnya goncangan perpecahan tingkat elit,
dibanding perpecahan tingkat akar umput. Maka, hendaknya kita
menghilangkan rasa dengki, dendam, iri, hasad, cari muka dan menjilat,
dan sifat buruk lainnya yang biasa menjadi penyakit yang menyerang
sebagian pimpinan organisasi apapun.

Imam Hasan al Banna Rahimahullah berkata: Ukhuwah adalah saudara
keimanan, dan perpecahan adalah saudara kekufuran; kekuatan yang
pertama adalah kekuatan persatuan, tak ada persatuan tanpa rasa
cinta, dan sekecil-kecilnya cinta adalah lapang dada, dan yang paling
tinggi adalah itsar (mendahulukan kepentingan saudara).

Barangsiapa Yang menjaga serta memelihara dirinya daripada
dipengaruhi oleh tabiat bakhilnya, maka merekalah orang-orang yang
berjaya. (QS. Al Hasyr: 9)

Al Akh yang benar akan melihat saudara-saudaranya yang lain lebih
utama dari dirinya sendiri, karena ia jika tidak bersama mereka, tidak
akan dapat bersama yang lain. Sementara mereka jika tidak bersama
dirinya, akan bisa bersama orang lain. Dan sesungguhnya Srigala hanya
akan memangsa kambing yang sendirian. Seorang muslim dengan
muslim lainnya laksana satu bangunan, saling menguatkan satu sama
lain. Dan orang-orang beriman baik laki-laki dan perempuan, satu sama
lain saling tolong menolong diantara mereka . Begitulah seharus kita.( Al
Imam Asy Syahid Hasan al Banna, Majmu’ah  ar Rasail , hal. 313. Al
Maktabah At Taufiqiyah )

Bagaimana mungkin pemimpin mendapatkan rasa cinta dan ketaatan
dari prajuritnya, jika sesama mereka sendiri tidak saling mencintai dan
melanggar aturan jamaah. Ketiadaan rasa cinta dan taat dari jundiyah
terhadap qiyadahnya, merupakan min asyratis sa’ah (di antara
tanda-tanda kebinasaan) bagi gerakan tersebut Seharusnya kita
mengingat: Aku mencintaimu, jangan kau tanya mengapa Aku
mencintaimu, itu adalah iman dan agama.

2. Gerakan Pengacau Jamaah

Ini penyebab selanjutnya yang tidak kalah bahayanya. Gerakan ini bisa
saja terlahir dari permasalahan kecil, yakni tidak terakomodasinya sebuah
ide, pendapat, atau pemikiran. Sayangnya Sang shahibul fikrah , tidak
menerima kenyataan itu dan dia pun fanatik dengan pendapatnya. Dia
merasa diremehkan dan tidak dihargai, lalu dia telan sendiri perasaan
itu, tanpa melakukan komunikasi dengan ikhwah lain. Di tambah lagi,
adanya kran komunikasi yang mampet diatasnya, Sehingga ia tidak
memiliki saluran, maka meledaklah menjadi sebuah kekesalan dan
pembangkangan, baik terselubung atau terang-terangan. Kemungkinan
paling buruk adalah ia keluar dari jamaah dan menciptakan komunitas
sendiri yang menjadi rival. Contoh seperti ini tidak sedikit.

Ketahuilah dan sadarilah, gerakan pengacau tidak selalu dalam bentuk
oposan, bisa jadi justru wal ‘iyadzubillah – mereka berada di dalam
lingkaran jajaran para pimpinan dan pemegang ke bijakan. Ini lebih
bahaya, sebab biasanya akan menjadi untouchable man dan kuat
pengaruhnya terhadap arah angin kebijakan. Ada di antara mereka yang
menggunakan kepintarannya untuk memanfatkan keluguan
kawan-kawannya dan atasannya sendiri. Ditambah lagi, mereka
benar-benar menikmati doktrin “tha’ah wa tsiqah bil qiyadah” dari para
kadernya, sementara al fahmu, al ikhlas, al amal, al jihad, al tadh-hiyah
yang seharusnya didahulukan, tidak mendapatkan porsi yang adil.
Sungguh tsiqah bil qiyadah adalah wajib, namun dengan ilmu, sebab
Allah Ta’ala berfirman:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al
Isra : 36)

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan,
tuhan) selain Allah. (QS Muhammad: 19)

Allah Ta’ala memerintahkan faham terlebih dahulu, fa’lam (maka
ketahuilah), sebelum Dia memerintahkan keimanan kepadaNya, bahwa
sesungguhnya tidak ada Ilah selain Allah. Inilah yang menyebabkan
Imamuna, Syahidul Islam Hasan al Banna Rahimahullah menjadikan al
fahmu (pemahaman) sebagai rukun pertama dari arkanul bai’ah . Namun
anehnya banyak di antara kita yang mendengarkan dengan setia,
mengikuti mereka (pengacau jamaah), bahkan terkagum-kagum dengan
permainan kata mereka. Lalu menganggap mereka di atas kita dalam hal
al fahmu Sungguh, kita seperti seorang anak SD yang memandang
mahasiswa setinggi langit, padahal seorang Profesor akan memandang
mahasiswa sebagai anak SD.

Kelompok ini mirip dengan apa yang Allah Ta’ala firmankan tentang
gerakan pengacau dalam Perang Tabuk: “Jika mereka berangkat
bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari
kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di
celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu;
sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan
perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim.” (QS.
At Taubah: 47)

Mereka hakikatnya pengacau dan perusak barisan jamaah, tetapi di
antara kita ada yang menjadi pendengar setia mereka, menjadi
muqallidin dan muta’ashibin . Karena mereka “pengacau” ini- adalah
saudara, kawan, dan guru kita sendiri Allahul Musta’an Allah Ta’ala
memberikan peringatan: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa
berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga.” (QS. An Nur: 11)

Dan janganlah Engkau mematuhi orang Yang Kami ketahui hatinya lalai
daripada mengingati dan mematuhi pengajaran Kami di Dalam Al-Quran,
serta ia menurut hawa nafsunya, dan tingkah-lakunya pula adalah
melampaui kebenaran.(QS. Al Kahfi: 28)

Semoga Allah Ta’ala melindungi da’wah ini dari tiga golongan manusia,
pertama, ifrath -nya kaum oposan internal (kader) yang mengkritik karena
kebencian (skeptis) dan apriori, di dalam mengkritik, di luar membongkar
aib jamaah. Persis pengamat sepak bola. Kedua, semoga Allah juga
melindungi da’wah ini dari tipu daya para oportunis dan petualang politik
yang tidak manhaji.. ketiga, semoga Allah Ta’ala juga menjaganya dari
orang-orang yang diam dan apatis.

Berkata Ali ad Daqaq, Sakit anil haq, syaithanul akhras (Diam saja tidak
menyampaikan kebenaran, adalah setan bisu Sungguh jundiyah
muthi’ah ( prajurit yang taat) hanya akan lahir di tangan qiy adah
muhklishah (pemim pin yang ikhlas).

3. Ambisi Pribadi Atau Kelompok Terselubung dan Kuat

Komitmen da’wahnya bukan karena Allah Ta’ala tetapi ar ri’asah wa
syuhrah (Kedudukan dan ketenaran). Ia semangat da’wah karena itu.
Manusia bisa saja, dikelabuhinya, kita tertipu dari segala sepak
terjangnya selama ini.Tetapi Allah Ta’ala tidak pernah tertipu, cepat atau
lambat ambisinya ini akan terbongkar di hadapan manusia, seiring
dengan perilakunya yang semakin menjadi-jadi. “Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al Kahfi: 110)

Ada pula yang memiliki ambisi secara vulgar, ia lebih gentle , masih bisa
di antisipasi dan di ‘ilaj . Tetapi yang terselubung, mereka lebih sulit
diraba sebab kita tidak tahu isi dada manusia. Da’wah ini tidak butuh
manusia yang ambisinya dunia, baik terselubung atau terang-terangan.

Dari Abu Musa al Asy’ari Radhiallahu ‘Anhu , dia berkata: Aku bersama
anak pamanku mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam .
Salah seorang berkata: “Wahai Rasulullah, angkatlah aku sebagai
pemimpin atas sebagian tanggung jawab yang telah Allah berikan
kepada Anda, dan yang lain juga minta demikian. Lalu Rasulullah
bersabda: Demi Allah seseunguhnya kami tidak akan menyerahkan
kepemimpinan kepada orang yang meminta dan berambisi untuk
mendapatkannya. (HR. Bukhari dan Muslim) I

mam Hasan al Banna berkata, Begitulah yang pernah terjadi ketika
sekelompok orang enggan berbai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam , kecuali jika mereka nanti mendapatkan kekuasaan dari
beliau jika kelak Islam menang. Pada waktu itu Rasulullah hanya
menyatakan bahwa bumi ini adalah milik Allah yang diwariskan kepada
siapa saja yang dikehendaki dari hamba-hambaNya. Sesungguhnya
kemenangan akhir selalu menjadi milik orang-orang bertaqwa. ( Al Imam
Asy Syahid Hasan al Banna, Majmu’ah ar Rasail , hal. 13. Risalah
Da’watuna. Al Maktabah at Taufiqiyah )

Ya,selalu ada manusia di setiap masa, yang bergabung dengan barisan
da’wah dengan tujuan dunia, karena ghanimah, popularitas, dan lainnya,
tetapi jika tidak ada tawaran dunia, mereka akan mengundurkan diri
dengan berbagai alasan yang dibuat-buat bahkan sampai
bersumpah-sumpah. Mirip dengan yang Allah Ta’ala gambarkan dalam Al
Quran : “Kalau apa yang engkau serukan kepada mereka (Wahai
Muhammad) sesuatu yang berfaedah yang mudah didapati, dan satu
perjalanan yang sederhana (tidak begitu jauh), niscaya mereka (yang
munafik itu) akan mengikutmu; tetapi tempat yang hendak dituju itu jauh
dan berat bagi mereka. dan mereka akan bersumpah Dengan nama
Allah Dengan berkata: “Kalau Kami sanggup, tentulah Kami akan perg
bersama kamu”. (dengan sumpah dusta itu) mereka membinasakan diri
mereka sendiri, sedang Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka
itu orang-orang yang berdusta (tentang tidak sanggupnya mengikutmu). ”
(QS. At Taubah: 42)

4. Hilangnya Budaya Munashahah (Saling Menasihati)

Orang yang matang kepribadiannya tidak bergembira karena pujian Dan
tidak goncang karena nasihat-nasihat. Nasihat adalah obat, umumnya
obat adalah pahit. Tak ada manusia yang menyukainya, namun ia
berfungsi menyembuhkan penyakit, jika tepat sasaran dan takarannya.
Pujian adalah manis bagaikan sirup. Manusia sangat menyukai yang
manis-manis, tetapi beragam penyakit dikemudian hari tengah menanti:
sariawan, kencing manis, dan lain-lain, jika berlebihan mengkonsumsinya.
Maka, jadilah pertengahan. Pilihlah yang pertengahan, pilihlah yang
pertengahan, kalian akan berhasil dalam menyampaikan. (HR. Bukhari
no. 6316)

Nasihat yang baik yang dilakukan dengan cara baik, akan mampu
menyadarkan yang bingung, mengingatkan yang lupa, dan
membangunkan yang tertidur. Tetapi, terlalu banyak nasihat, ia akan
menyangka dirinya “tertuduh”, sesak nafas, dan sempit hati. Walau ia
menyadari bahwa nasihat ada karena perilakunya sendiri. (celakanya,
jika ada yang tidak merasa bersalah). Akhirnya, ia melakukan pembelaan
dan serangan balik, bahkan sangat sengit. Baginya nasihat adalah
serangan, hinaan, dan pembunuhan karakter. Apalagi, ia manusia
bertipe banyak bicara. Oleh karena itu, perlu kiranya nasihat diberikan
sesuai kebutuhan, kadar, dan cara yang bijak dan hujjah yang
mendalam. Selain juga memperhatikan posisinya dalam sebuah
komunitas. Jika ini tidak diperhatikan, maka ia menjadi bukan apa-apa.

Tidaklah engkau perhatikan pedang akan turun derajatnya Jika
dikatakan ia berasal dari kayu Pujian yang pas, yang layak kepada
penerimanya, akan mampu memotivasi untuk beramal, memompa
semangat untuk bekerja, dan itu merupakan balasan kebaikan yang
Allah Ta’ala segerakan untuknya didunia. Tetapi kebanyakan pujian,
akan membuatnya terlena, terpedaya, dan sombong, seakan tak ada
cela dalam dirinya, sebab hanya pujian dan sanjungan yang selalu ia
dapatkan. Selain itu, ia menjadi pribadi yang tidak siap dikritik (nasihat),
dan tidak sensitif terhadap kesalahan yang dibuatnya.

Bukan karena ia tidak punya salah, melainkan tak ada manusia berani
“menyentuh” wilayah kesalahannya, di tambah lagi ia adalah tokoh dan
punya banyak pendukung fanatiknya. Rasulullah pernah mendengar
seseorang memuji langsung di depan orang yang dipuji tersebut. Maka
beliau bersabda, “Celakalah engkau, karena engkau sama dengan
menebas pundak sahabatmu. (HR. Bukhari no. 2610, 5922. Muslim no.
7450, 7451)

Wal hasil, manusia membutuhkan nasihat dan pujian. Keduanya mampu
mematangkan dan mendewasakan perilaku. Manusia tidak selamanya
sehat, sehingga ia butuh obat. Manusia juga tidak selamanya sakit,
sehingga ia layak menikmati yang enak-enak. Maka, jika datang nasihat
untuk kita, pandanglah itu sebagai obat, walaupun pahit, mungkin dia
mengetahui penyakit dalam diri kita, yang kita tidak ketahui. Jangan
tergesa-gesa kita menganggapnya musuh, atau anggapan dia sudah
berubah, tidak lagi bersama jamaah, belum paham kejamaahan, tidak
tsiqah dan taat dengan qiyadah, dan istilah lainnya yang menunjukkan
ketidakmampuan kita sendiri dalam menunjukkan kebenaran. Memang,
ini agak sulit untuk menerimanya, apalagi bagi kita yang terbiasa
mendapat pujian. Jika datang pujian, maka katakanlah hadza min fadhlli
rabbi (ini adalah karunia dari Tuhanku), lalu berdoalah, Allahummaj ‘alni
khairan mimma ya’lamun, wa ‘afini mimma la ya’lamun. (Ya Allah,
jadikanlah aku lebih baik dari apa-apa yang mereka ketahui, dan
maafkanlah aku dari apa-apa yang mereka tidak ketahui tentang diriku).

Kau mengharapkan pendidik yang tidak memiliki cela sedikit pun Padahal
tidak ada bakhur (bakaran) yang semerbak wanginya, melainkan ia juga
berasap Kita tidak pungkiri, bahwa manusia umumnya tidak menyukai
nasihat, namun menyukai sanjungan. Barang kali itu sudah dari
“sononya” Namun, yang pasti, bagi yang berpikir positif, nasihat dari
siapapun kepada kita adalah baik. Jangan mengira “musuh” bagi orang
yang menasihati kita. Justru saudara yang baik adalah yang mau
meluruskan kita, manakala salah.

Bisa jadi, musuh tersembunyi kita adalah orang yang menjerumuskan kita
dengan segala macam pujiannya, sehingga membuat kita lupa.
Sampai-sampai, kesalahan kita yang fatal pun, tetap dipujinya, minimal
dia mendiamkannya. Janganlah kita seperti pepatah Arab jahiliyah, ”
Bela-lah saudaramu, yang benar atau yang salah.” Lalu, oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dirubah menjadi “Tolonglah
saudaramu, baik yang menzalimi atau yang dizalimi. Dan tetaplah
memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat
bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Adz Dzariyat (51): 55)

Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang
yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas
mereka,(QS.AlGhasyi ah(88):21- 22)

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad Dary Radhiallahu ‘Anhu , bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Agama adalah
nasihat’, Kami berkata:Untuk Siapa ya Rasulullah? Beliau bersabda:
“Untuk Allah, untuk KitabNya, untuk RasulNya, untuk para imam kaum
muslimin, dan orang-orang umum dari mereka.” (HR. Muslim. Lihat Imam
an Nawawi, Riyadhus Shalihin , Bab Fi An Nashihah , hal. 72, hadits no.
181. Maktabatul Iman, Manshurah,Tanpa tahun. Â lihat Juga Arbain Â
an Nawawiyah , hadits no. 7, Lihat juga Imam Ibnu Hajar al Asqalany,
Bulughul Maram, Bab At targhib fi Makarimil Akhlaq , hal. 287, hadits. No.
1339. Darul Kutub al Islamiyah.1425H/ 2004M)

Semoga Allah Ta’ala merahmati Sayyidina Umar Radhiallahu ‘Anhu ketika
ia berkata, Semoga Allah merahmati orang yang mau menunjuki aibku
kepadaku.Imam Abu Hanifah pernah menegur seorang anak kecil yang
sedang bermain-main di jalan yang tergenang air, “Wahai ghulam,
hati-hati terjatuh, nanti pakaianmu kotor, Anak kecil itu balas menegur
Imam Abu Hanifah, Wahai Imam, Anda juga hati-hati, jangan sampai
terjatuh. Sebab jatuhnya seorang ulama, maka jatuhlah langit dunia.
Mendengar itu Imam Abu Hanifah jatuh pingsan.

Budaya saling menasihati ( munashahah ) pada masa sahabat dan para
Imam, begitu hidup. Satu sama lain bisa saling menjaga jika ada yang
lalai, dan saling mengingatkan jika ada yang lupa. Sehingga kehidupan
berjamaah mereka sangat dinamis dan hidup. Tak ada satu pun yang
tidak butuh nasihat. Bagi mereka, munashahah merupakan sarana
kontrol yang efektif setelah muraqabatullah. Namun ketika budaya ini
telah hilang, nasihat dianggap ancaman, tidak tsiqah, tidak taat, dan
bentuk kecurigaan lainnya, maka hilanglah rahmat pada komunitas
tersebut.

Budaya munashahah menjadi hilang lantaran dua jenis manusia, yakni
manusia keras kepala yang selalu merasa benar, dan manusia apatis
yang tidak peduli terhadap saudaranya (sikap elu-elu, gue-gue). Jenis
manusia pertama ibarat cermin yang ditimpa air, tak ada bekas sama
sekali nasihat yang ia peroleh. Bahkan, ia telah memiliki jawaban jika ada
orang yang hendak menasihatinya. Baginya nasihat adalah ancaman
dan celaan. Sedangkan jenis manusia kedua, ibarat patung yang sama
sekali tidak merasa terganggu dengan keadaan dan kerusakan
sekitarnya, betapa pun besarbahaya yang mengancam dirinya. Ia tetap
diam! Nah, ketika nasihat tidak hidup, maka kezaliman, penyelewengan,
pelanggaran, maksiat, akan bebas bergerak dan terus melaju tanpa ada
yang membendungnya. Halal haram tidak dipedulikan. Bahkan bisa
menjadi budaya baru yang kelak dianggap benar, karena tak ada satu
pun yang berani menyentuhnya, apalagi menegurnya. Ketika ini sudah
terjadi dalam sebuah pergerakan Islam, gerakan apa pun, maka
hakikatnya ia telah mati, ia telah mati sebelum ajal biologisnya tiba.

Sebab, akal sebagai sarana berfikir dan nurani sebagai sumber al furqan
tidak lagi mereka miliki, atau minimal -tidak digunakan. Akhirnya,
komunitas tersebut tetap ada nama dan anggotanya, tetapi tidak ada
pengaruh baiknya, tidak ada dampak keshalihan bagi pengikutnya
“apalagi masyarakatnya? . Sebab, ia memiliki masalah besar lantaran
perilakunya sendiri, kekalutan internal yang tidak mampu diredam.
Hingga, perlahan namun pasti, masyarakat mencibir dan melupakan
eksistensi mereka. Lalu menghapus mereka dari ingatan dan perjalanan
sejarah kehidupan bangsa mereka mungkin masih ada, tetapi dalam
buku kisah kaum-kaum terdahulu yang telah Allah Ta’ala lenyapkan,
semoga menjadi renungan bersama.

Ya Allah Ya Rabb lindungilah kami sebagaimana Engkau telah lindungi
para pejuang sebelum ini jadikanlah perkumpulan ini perkumpulan yang
Kau rahmati dan Kau berkahi Tiada Daya dan Kekuatan melainkan
dariMu, cukuplah Kau tempat kami bertawakkal dan meminta pertolongan
dari segala ancaman yang nampak atau tersembunyi, Engkaulah
sebaik-baiknya pemimpin dan penolong, dan tempat mengadu, ketika
tidak tersisa lagi tempat mengadu ..Shalawat dan Salam semoga selalu
tercurah kepada baginda Rasulullah dan para sahabatnya, wa akhiru
da’wana ‘anil hamdulillahi rabbil ‘alamin.

Wallahu ‘Alam wa Lilahil ‘Izzah

Oleh: Farid Nu’man

25 Maret 2008 - Posted by | Tarbiyah Islamiyah

1 Komentar »

  1. artikel yang mencerahkan,mohon ijin dipasang di FB

    jzk

    Komentar oleh heinrich cheng | 23 September 2010


Tinggalkan komentar